Monday 30 April 2012
Tribun Jabar, 2/5/12, Oleh Muhammad Fajrin Mustafa. Tulisan
ini didedikasikan untuk memperingati hari Pendidikan Nasional yang dikaitakan
antara sumberdaya manusia (SDM) dan pendidikan. Pemaparan tulisan ini dimulai
dari permasalahan yang dihadapai oleh bangsa Indoensia dalam membangunan
perekonomian bangsa adalah masalah rendahnya kualitas SDM dan produktifitas
SDM. Apalagi setelah dimulainya era globalisasi yang memaksa Indonesia harus
mempersiapkan SDM nya agar tingkat pengangguran dan kemiskinan tidak semakin
tinggi.
Globalisasi yang pada intinya
merupakan rekayasa ekonomi itu telah menjadikan kehidupan manusia menjadi
begitu terbuka. Sebagai konsekwensinya, hal ini menyebabkan semakin tajamnya
persaingan antar negara dan organisasi dalam merebut pasar serta usaha
menghasilkan kinerja dan kualitas produk yang prima. Untuk ini semua, maka pada
gilirannya organisasi bisnis yang terlibat dalam persaingan itu akan menuntut
kualitas SDM yang tinggi dan bersaing.
Melihat
kondisi yang ada di era globalisasi, maka perlu dilakukan suatu usaha yang
dapat meningkatkan kualitas dan produktifitas SDM sehingga setiap sumber daya
dapat meperoleh pekerjaan yang layak dengan keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga terjamin kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.
Kualitas
SDM Indonesia saat ini, kalau dilihat secara kasus per kasus mungkin kita dapat
mengatakan bahwa kualitas SDM Indonesia kini cukup bersaing di kancah internasional
di beberapa bidang tertentu. Artinya SDM kita tidak kalah dengan bangsa-bangsa
lain, dan hasil karyanyapun dapat diandalkan.
Akan
tetapi, secara keseluruhan harus diakui bahwa kualitas dan kemampuan SDM
Indonesia relatif masih rendah. Rendahnya kualitas dan kemampuan SDM Indonesia
itu tercermin dari rendahnya produktivitas kerja, baik tingkatannya maupun
pertumbuhannya. Untuk keperluan usaha-usaha peningkatan kualitas SDM, perlu
dipikirkan lebih spesifik tentang apa dan bagaimana usaha untuk meningkatkan
kualitas SDM.
Erat
kaitannya dengan kualitas SDM, adalah menyangkut masalah relevansi pendidikan
seperti yang dinyatakan Sudrajat dalam bukunya kiat mengerahkan pengangguran melalui wirausaha bahwa peningkatan
kualitas SDM ini dapat dilakukan dengan pendidikan dan pelatihan. Pendidikan
yang dari waktu ke waktu selalu menghadapai tantangan dan terus menerus
dilakukan usaha-usaha perbaikan. Satu diantara masalah pendidikan yang
berhubungan dengan relevansi adalah adanya ketidak sesuaian antara kebutuhan
masyarakat dan keluaran pendidikan, yang oleh Wardiman Djojonegoro (dalam Isfenti
Sadalia, tersedia di http://digilib.usu.ac.id) "… adanya
kecenderungan bahwa isi program pendidikan dinilai cenderung berorientasi pada
penguasaan prestasi akademik untuk memasuki pada jenjang yang lebih tinggi dan
belum menata arah untuk secara lentur bergerak cepat sejalan dengan tuntutan
dunia kerja yang secara terus menerus berubah serta kehidupan di
masyarakat".
Peningkatan
kualitas SDM yang dilakukan dengan pendidikan dapat melalui dua jalur yaitu
jalur pendidikan formal dan pendidikan nonformal. Undang-undang Sistem Pendidika Nasional
No.20/2005, menjelaskan bahwa “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dalam proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara,
sedangkan UNESCO mendefinisikan
pendidikan sebagai proses belajar mengajar yang teroganisir dan terus menerus
yang dirancang untuk mengkomunikasikan perpaduan pengetahuan, skill, dan
pemahaman yang bernilai untuk seluruh aktivtias hidup.” (Jaervis dalam Mustofa
Kamil, 20010:4)
Berdasarkan tujuan pendidikan Indonesia,
idealnya output pendidikan harus memiliki pikiran yang berkarakter, hati yang
berkarakter, lisan yang berarakter, dan tindakan yang berkarakter. Tetapi
issu yang berkembanga sekarang ini adalah terjadinya kesenjangan antara tujuan
dan pendidikan dan output pendidikan yang ditandai dengan bergesernya nilai
etika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, memudarnya kesadaran terhadap
nilai-nilai budaya bangsa, ancaman disintegrasi bangsa, dan melemahnya
kemandirian bangsa.
Berbagai masalah yang dikaitakan dengan
pendidikan membuat pemerintah gusar dan akhirnya merumuskan kebijakan bekaitan
dengan Pembangunan Karakter Bangsa yang diprogram 2010-2025. Kebijakan ini
diharapkan bisa membentuk dan mengembangkan potensi
manusia atau warga negara Indonesia
agar berpikiran baik, berhati baik, dan
berperilaku baik sesuai dengan
falsafah hidup Pancasila. Selain
itu pendidikan karakter diharapkan bisa memperbaiki dan
memperkuat peran keluarga, satuan pendidikan, masyarakat, dan pemerintah untuk ikut
berpartisipasi dan bertanggung
jawab dalam pengembangan potensi warga
negara dan pembangunan
bangsa menuju bangsa yang maju, mandiri, dan sejahtera sehingga mampu
memilah budaya bangsa sendiri dan
menyaring budaya bangsa lain yang tidak
sesuai dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa yang bermartabat.
Nilai-nilai yang ditanamkan dalam pendidikan
karakter adalah olah pikir, olah hati, dan olah raga. Olah
pikir merupakan formula yang dirancang untuk membina pesertadidik agar memiliki
kecerdas, sikap kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi ipteks, dan reflektif. Olah hati diformulasikan untuk menumbuhakan keimanan dan ketakwaan, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik pada diri
peserta didik. Pada aspek olah rasa diarakahkan untuk saling menghargai, toleran, peduli,
suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit , mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan
produk indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja. Terakhir
adalah olah
raga dengan formulasi ini diharapkan peseta didik mampu untuk menjaga kebersihan, sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih.
(Kemendiknas)
Jika ditinjau dari sejarah pendidikan di
Indonesia, ternyata pendidikan karakter telah ada dan dipraktikkan dalam proses
pendidikan terdahulu yang terbukti mampu melahirkan putra/i bangsa yang mampu
berkompetensi ditatanan internasional. Dimulai dari Ki Hajar Dewantoro (2 Mei
1889-26 April 1959) yang merupakan tokoh pendidikan Indonesia. Hari lahir
beliau yang pernah sekolah di School tot
Opleiding van Inlandsche Artsen (STOVIA) di Jakarta selama lima tahun ini
diperingati sebagai hari Pendidikan Nasional. Konsep pendidikan yang digagas beliau
adalah mengakui hak peserta didik ataw kemerdekaanya untuk tumbuh dan
berkembang sesuai dengan bakat dan pembawaannya yang tertuang dalam konsep Tut
Wuri Handayani yang berarti mengikuti peserta didik sambil membimbingnya dan
itu dipraktikkan oleh beliau yang memiliki nama asli Raden Mas Soewardi
Soerjadiningrat kedalam sekolah yang belai dirikan yaitu Taman Siswa. Belia
pernah menyatakan bahwa “…pendidikan adalah daya upaya untuk
memajukan bertumbuhnya budi pekerti
(kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect), dan tubuh
anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita
dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita.”
Selain
Ki Hajar Dewantoro, tokoh pemikir pendidikan lainnya adalah K. H. Hasyim
Asy’ari yang lahir 14 February 1871 dan wafat pada 25 Juli 1947. Konsep
pendidikan karakter yang diusung oleh beliau yang merupakan pendiri pesantren
Tebuireng tertuang dalam sepuluh etika belajar. Beliau menganjurkan kegiatan
belajar yang baik harus diawali hati yang bersih dari penyakit hati dan
penyakit keimanan, memiliki niat yang lurus dan bukan karena mengharaokan
material, memanfaatkan waktu dengan baik dan pandai membagi waktu dengan baik,
bersabar dan selalu fokus, tidak terlalu banyak makan dan minum, bersikap
hati-hati, menghindari makanan yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan, tidak
memperbanya tidur, serta menghindari hal-hal yang kurang bermanfaat. Selain itu
K. H. Hasyim Asy’ari mengungkapkan bahwa pendidik yang baik adalah pendidik
yang cakap dan professional, memiliki kasih saying, berwibawa, menjaga diri
dari hal-hal yang merendahkan martabat, senantiasa berkarya, pandai mengajar,
dan berwawasan luas.
Sejalan
dengan konsep pendidikan karakter, K. H. Ahmad Dahlan (1686-1923) yang
merupakan pendiri Muhammadiyah juga memiliki konsep pendidikan karakter yang
diterapkannya di dalam Muhammadiyah yang bertujuan untuk menanamkan keberanian
dalam meluruskan kekaburan memahami agama dengan konsep meluruskan pikiran,
hati, lisan, dan perbuatan yang belum benar dalam ibadah dengan memberikan
pengajaran dan memurnikan keyakinan dari kurafat dan takhayul dengan tauhid,
semuanya dijalankan dengan semboyan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah serta
menegakkan masyarakat islam yang sebenarnya. Pesan yang popular dari beliau
adalah “Janganlah engkau mencari hidup dan penghidupan dalam Muhammadiyah,
tetapi hendaklah Muhammadiyah selalu engkau pimpin dan hidup-hidupkan.”
Ejaan
dari “oe” diganti “u” yang kita gunakan sekarang merupakan gagasan dari Mr. R.
Siwandi (1899-1964) yang merupajan tokoh pendidikan. Beliau pernah menjadi
Sekretaris Departement van Onderwijs en
Eeredients. Konsep pendidikan karakter beliau yang pernah menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran
dan Kebudayaan pada 1946-1947 tertuang dalam sepuluh pasal pendidikan dan
pengajaran. Pertama, perasaan bakti
kepada Tuhan Yang Maha Esa. Kedua,
perasaan cinta kepada alam. Ketiga,
perasaan cinta kepada negara. Keempat, perasaan
cinta dan hormat kepada orang tua. Kelima,
perasaan cinta kepada bangsa dan kebudayaan. Keenam, perasaan berhak dan wajib ikut melahirkan negaranya menurut
pembawaanya dan kekuatannya. Ketujuh,
keyakinan bahwa orang menjadi sebagian yang tak terpisahkan dari keluarga dan
masyarakat. Kedelapan, keyakinan
bahwa orang yang hidup dalam masyarakat harus tunduk pada tata tertib. Kesembilan, keyakinan bahwa pada
dasarnya manusia itu sama harganya, sebab itu berhubungan sesame anggota
masyarakt harus bersifat hormat-menghormati, berdasarkan atas rasa keadilan
dengan berpegang teguh pada harga diri. Kesepuluh,
keyakinan bahwa negara memerlukan warga negara yang rajin bekerja, tahu
akan kewajibannya, jujur dalam pikiran dan tindakannya.
Mohammad
Syafei (1896-1969) merupakan tokoh pendidikan dari Sumatera barat yang pernah
skolah sebagai calon guru dan kemudian memperdalam pengetahuannya mengenai
pendidikan dan berbagai aliran pendidikan di Belanda. Beliau adalah pendidir
sekolah Kayu Tanam yang merupakan sekolah kerja, konsep pendidikat karakter
beliau terlihat dari tujuan didirikannya Kayu Tanam yaitu untuk membentuk
peserta didik yang mampu berdiri sendiri didalam masyarakat dengan tidak
mengantungkan diri sebagai pegawai negeri yang bekerja dibawah perintah atasan.
Dari
uraian konsep pendidikan karakter dari para tokoh pendidikan Indonesia ternyata
pendidikan karakter telah diprioritaskan sejak dahulu kala sebelum kebijakan
program Pendidikan karakter Kemendiknas periode 2010-2025. Konsep pendidikan
karakter tokoh pendidikan terdahulu mengisyaraktkan bahwa, untuk membentuk
peserta didik yang berkarakter diperlukan pendidik yang juga berkarakter.
Karakter didalam pendidikan telah hilang karena struktur pendidikan yang
dimulai dari atas sampai bawah hanya mementingkan material dan kuantitas.
Semoga momen hari Pendidikan Nasional ini bisa dijadika perenungan untuk kembali
memulai pendidikan karakter dengan mendahulukan perbaikan karakter diri seperti
yang telah dicontohkan para tokoh pendidikan.
Referensi:
Pengembangan
Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa. (2010). Kementrian Pendidikan Nasional,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum.
Mutofa
Kamil (2011) Model Pendidikan dan Pelatihan. Alfabeta. Bandung
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
Tahun 2005
Tuesday 10 April 2012
SUBSIDI: DIHAPUSKAN ATAU TIDAK
*Oleh Muhammad
Fajrin Mustafa
Subvensi yang juga sering disebut subsidi adalah
bentuk bantuan keuangan yang dibayarkan kepada suatu bisnis atau sektor ekonomi
masyarakat. Sebagian subsidi diberikan oleh pemerintah kepada produsen atau
distributor dalam suatu industri untuk mencegah kejatuhan industri
tersebut misalnya karena operasi merugikan yang terus dijalankan atau
peningkatan harga produknya atau hanya untuk mendorongnya mempekerjakan lebih
banyak buruh seperti dalam subsidi upah.
Contohnya adalah subsidi untuk mendorong penjualan ekspor;
subsidi di beberapa bahan pangan untuk mempertahankan biaya hidup,
khususnya di wilayah perkotaan; dan subsidi untuk mendorong
perluasan produksi pertanian dan mencapai swasembada produksi
pangan
Subsidi dapat dianggap sebagai suatu bentuk proteksionisme atau penghalang perdagangan dengan memproduksi barang dan
jasa domestik yang kompetitif terhadap barang dan jasa impor. Subsidi dapat
mengganggu pasar dan memakan biaya ekonomi yang besar. Bantuan keuangan dalam
bentuk subsidi bisa datang dari suatu pemerintahan, namun istilah subsidi juga bisa mengarah pada
bantuan yang diberikan oleh pihak lain, seperti perorangan atau lembaga
non-pemerintah.
Salah satu tujuan
negara Indonesia yang terdapat dalam alinea keempat pembukaan Undang-undang
Dasar (UUD ) tahun 1945, yang intinya adalah memajukan kesejahteraan umum. Jika
dihubungkan dengan ketentuan pasal 33 ayat 2 dan 3 dari UUD 1945 yang
meneguhkan penguasaan Sumber Daya Alam (SDA) yang ada di Indonesia oleh negara
jelas merupakan bentuk monopoli negara atau pemerintah terhadap kekayaan alam yang
ada di Indonesia. Sehingga atas dasar ini adanya program subsidi untuk
kebutuhan pokok rakyat jelas merupakan konsekuensi logis atas bentuk monopoli SDA
tersebut oleh negara. Kalau subsidi terhadap kebutuhan pokok rakyat tanpa
terkecuali dihapuskan, maka hal itu merupakan pengkhianatan terhadap tujuan
negara kita yaitu memajukan kesejahteraan umum.
Akhir-akhir ini
masyarakat Indonesia disibukkan dengan pembicaraan berkaitan dengan program
pemerintah untuk menghapus subsidi kepada masyarakat dengan alasan, bahwa
subsidi merupakan program bantuan yang memanjakan dan tidak mendidik
kemandirian ekonomi masyarakat. Hal ini menjadi permasalahan utama yang
digulirkan pemerintah untuk mendapatkan persetujuan masyarakat agar subsidi
dihapuskan dan isu ini berhasil mempengaruhi beberapa pihak.
Masyarakat
memang tidak boleh ketergantungan pada subsidi pemerintah, tapi terlepas dari
idealitas tersebut subsidi dari pemerintah apapun alasannya tidak boleh
dihapuskan atau ditiadakan, karena seperti disinggung di atas adalah merupakan
konsekuensi dari hak monopoli negara atas SDA. Penulis beranggapan bahwa
ketergantungan masyarakat terhadap subsidi tidak perlu dipermasalahkan dan
dijadikan alasan serta alat untuk menghilangkan hak masyarakat. Seharusnya yang
dijadikan permasalahan oleh pemerintah adalah apakah program subsidi yang
digulirkan ke masyarakat sudah baik dalam arti sudah bisa menjadi saran untuk
menuju kemandirian ekonomi.
Program subsidi
yang baik dapat terselenggara dengan keterlibatan pemerintah, pengusahan, dan
masyarakat dalam sistem manajemen yang sehat. Pemerintah tentunya mempunyai
andil besar sebagai pembuat kebijakan dalam suatu negara. Menurut penulis,
untuk menyelenggarakan program subsidi yang baik pemerintah sebaiknya melakukan
hal-hal sebagai berikut: Pertama, pemerintah
sebaiknya menysusun perencanaan dalam bentuk sebuah program subsidi yang
menjadi sarana terbentuknya kemandirian ekonomi masyarakat misalnya subsidi
untuk mengembangkan koperasi khsusus untuk pertanian agar para petani mendapat
jaminan terselenggranya pertanian yang tidak merugikan para petani, begitu juga
untuk perkebunan dan peternakan. Dunia usaha
juga perlu mendapatkan subsidi terutama sektor usaha mikro kecil dan menengah,
serta pemberian modak pinjaman untuk usaha rakyat.
Kedua, setelah tersusunnya rencana yang mewakili
kepentingan masyarakat maka pemerintah perlu mengorganisir pelaksana
pendistribusian distribusi, meroganisir berkaitan dengan data-data masyarakat
yang berhak menerima subsidi, dan mengoranisir wilayah-wilayah penyaluran
subsidi. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi penyelewengan yang dilakuakan
oleh oknum jail yang memanfaatkan subsidi dari pihak pemerintah dan masyarakat itu
sendiri serta mewujudkan pemerataan subsidi disetiap daerah.
Ketiga, yang terpenting dalam pelaksanaan suatu
kegiatan yang terlaksana adalah pengawasan. Perlunya pengawasan yang baik dan
benar dalam pendistribusian subsidi, hal ini dilakukan untuk meminimlisir dan
menghindari prilaku penyimpangan dari setiap oknum dan ini harus dilakukan
secara rutin. Pengawasan ini harus melibatkan pemerintah, pengusaha, dan
masyarakat untuk tetap menjaga nilai-nilai kejujuran.
Keempat, untuk mengukur apakah suatu
program sudah sesuai dengan rencana awal atau belum perlu dilakukan proses
evaluasi. Aspek yang harus dievaluasi berkaitan dengan subsidi adalah aspek perencanaa,
kita (pemerintah, pengusahan, dan masyarakat) harus menilai apakah program yang
direncanakan pemerintah sudah mengenai sasaran, apakah program yang telah
terlaksanan memberikan manfaat yang sesuai dengan nilai-nilai manfaat dari
subsidi, dan apakah program yang direncakan terlaksana dengan pelaksanaan yang
jujur, adil, dan penuh dengan semangat tanggung jawab.
Secara umum,
pemeran dari subsidi ini adalah individu dan kelompok. Individu sebagai wujud
dari masayarakat non pemerintah dapat merealisasikan subsidi ini dalam bentuk
membiasakan diri untuk bersedekah, jika semua individu sadar akan manfaat
sedekah secara sosial dan spiritual maka semua individu akan berlomba-lomba
untuk bersedekah, seperti yang diungkapkan Rasulullah
Shalallohu’alihiwasallam, bahwa diakhir zaman nanti tidak aka ada orang
yang mau menerima sedekah. Dari aspek sosial, sedekah bisa mendidik sikap solidaritas
antar sesama dan menumbuhkan kepekaan sosial, selain itu sedekah bisa mendidik
untuk menuju kemandirian karena rasa malu yang dirasakan penerima sedekah. Dari aspek spiritual, sedekah bisa membawa
manusia untuk lebih dekat kepada Alloh Ta’ala,
membiasakan diri untuk bersyukur atas kecukupan yang diberikan-Nya.
Realisasi subsidi
dari pemerintah adalah mendukung secara penuh teradap usaha pengembangan
koperasi sebagai soko guru perekonomian karena anggapan para ekonom liberal
tentang keunggulan ekonomi kapitalis dari ekonomi koperasi telah terpatahkan
dengan adanya krisis ekonomi di Amerika Serikat beberapa waktu lalu. Usaha pengembangan
koperasi dapat dilakukan dengan cara mengatasi hal-hal sebagai berikut; Koperasi jarang
peminatnya dikarenakan ada pandangan yang berkembang dalam masyarakat bahwa
koperasi adalah usaha bersama yang diidentikkan dengan masyarakat golongan
menengah ke bawah. Dari sinilah perlu adanya sosialisasi kepada masyarakat
tentang koperasi. Dengan adanya sosialisasi diharapkan pengetahuan masyarakat
tentang koperasi akan bertambah. Masyarakat dapat mengetahui bahwa sebenarnya
koperasi merupakan ekonomi rakyat yang dapat menyejahterakan anggotanya.
Sehingga mereka berminat untuk bergabung.
Koperasi sulit
berkembang disebabkan oleh banyak faktor, yaitu bisa disebabkan Sumber Daya
Manusia yang kurang. Sumber daya manusia yang dimaksud adalah pengurus
koperasi. Seperti yang sering dijumpai, pengurus koperasi biasanya merupakan
tokoh masyarakat sehingga dapat dikatakan rangkap jabatan, kondisi seperti
inilah yang menyebabkan ketidakfokusan terhadap pengelolaan koperasi itu
sendiri. Selain rangkap jabatan biasanya pengurus koperasi sudah lanjut usia
sehingga kapasitasnya terbatas. Perlu dilakukan
pengarahan tentang koperasi kepada generasi muda melalui pendidikan agar mereka
dadat berpartisipasi dalam koperasi.Partisipasi merupakan faktor yang penting
dalam mendukung perkembangan koperasi. Partisipasi akan meningkatkan rasa
tanggung jawab sehingga dapat bekerja secara efisien dan efektif.
Pesaing merupakan hal
yang tidak dapat dielakkan lagi, tetapi kita harus mengetahui bagaimana
menyikapinya. Bila kita tidak peka terhadap lingkungan (pesaing) maka mau tidak
mau kita akan tersingkir. Bila kita tahu bagaimana menyikapinya maka koperasi
akan survive dan dapat berkembang. Dalam menanggapi pesaing
kita harus mempunyai trik-trik khusus, langkah khusus tersebut dapat kita lakukan dengan
cara melalui harga baranga atau jasa, sistem kredit dan pelayanan yang maksimum.
Mungkin koperasi sulit untuk bermain dalam harga, tapi hal ini dapat dilakukan
dengan cara sistem kredit, yang pembayarannya dapat dilakukan dalam waktu
mingguan ataupun bulanan tergantung perjanjian. Dengan adanya hal seperti ini
diharapkan dapat menarik perhatian masyarakat untuk menjadi anggota.
Pemerintah perlu
memberikan perhatian kepada koperasi yang memang kesulitan dalam masalah
permodalan. Dengan pemberian modal koperasi dapat memperluas usahanya sehingga
dapat bertahan dan bisa berkembang. Selain pemerintah, masyarakat merupakan
pihak yang tak kalah pentingnya, dimana mereka yang memiliki dana lebih dapat
menyimpan uang mereka dikoperasi yang nantinya dapat digunakan untuk modal
koperasi.
Sebagai anggota dari
koperasi seharusnya mereka mendukung program-program yang ada di koperasi dan
setiap kegiatan yang akan dilakukan harus melalui keputusan bersama dan setiap
anggota harus mengambil bagian di dalam kegiatan tersebut.
Pemerintah harus bisa
mengawasi jalannya kegiatan koperasi sehingga bila koperasi mengalami
kesulitan, koperasi bisa mendapat bantuan dari pemerintah, misalnya saja
membantu penyaluran dana untuk koperasi.Akan tetapi pemerintah juga jangan
terlalu mencampuri kehidupan koperasi terutama hal-hal yang bersifat menghambat
pertumbuhan koperasi. Pemerintah hendaknya membuat kenijakan-kebijakan yang
dapat membantu perkembangan koperasi.
Dalam pelaksanaan
koperasi tentunya memerlukan manajemen, baik dari bentuk perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan pengawasan. Karena hal ini sangat berfungsi
dalam pengambilan keputusan tetapi tidak melupakan partisipasi dari anggota. Apabila semua kegiatan
koperasi bisa dijalankan dengan baik dan setiap anggota mau mengambil bagian di
dalam kegiatan koperasi serta perhatian pemerintah dapat memberikan motifasi
yang baik, koperasi pasti dapat berjalan dengan lancar, insyaaLlah.
Saturday 7 April 2012
Haruskah Bersentuhan Dalam Sholat Berjama'ah
*Oleh Muhammad Fajrin Mustafa
Kebiasaan baik yang selalu dilakukan imam sholat sebelum dilakukan sholat berjamaah adalah meminta kepada jama'ah sholat untuk merapat dan meluruskan barisan sholat untuk kesempurnaan shilat berjama'ah. Tetapi sering penulis temukan beberapa jama'ah yang yang seolah-olah tidak mendengar perkataan imam, padahal tugas jama'ah adalah mengikuti imam keculi untuk perbuatan yang dibenci Alloh Ta'ala karena tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan. Hal ini menarik, dalam realitas keserharian berkaitan dengan masalah ini sering terjadi kondisi yang unik ketika berusaha melestarikan sunnah, misalanya ketika seseorang (si Fulan A) berusaha untuk merapatkan dan meluruskan barisan dengan menyentuhkan kaki, betis dan bahu terhadap jama'ah lainnya (si fulan B) tetapi jama'ah tersebut menjauh dan berusaha untuk tidak tersentuh dengan jama'ah lainnya. hal ini aneh, apakah fulan B beranggapan bahwa pria disampingnya itu (fulan A) bukan mahromnya sehingga membatalkan wudhu jika bersentuhan atau fulan B belum tahu keutamaan merapatkan dan meluruskan barisan sholat. Bisa juga karena jama'ah tidak mengerti apa yang dikatakan imam sholat karena sering kali imam sholat hanya melafalkan perintah untuk merapatkan dan meluruskan barisan sholat dalam bahasa arab.
Anggapan pertama tentunya belum tepat untuk dijadikan alasan tidak melaksanakan sholat dalam sunnah, tetapi untuk anggapan kedua dan ketiga perlu untuk kita pertimbangkan karena pada dasarnya anggapan kedua dan ketiga berkaitan erat dengan pengetahuan kita dan itu akan kita bahas dalam kesempatan ini. Islam mengajarkan kita pada saat melaksanakan sholat berjama’ah untuk senantiasa meluruskan shaf dan menutup celahnya (merapatkannya). Hal tersebut berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha, dia bercerita : Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah dan Para Malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang menyambung barisan. Barang siapa menutupi kerenggangan (yang ada dalam barisan), niscaya dengannya Allah akan meninggikannya satu derajat.” (HR. Ibnu Majah,Ahmad, Ibnu Khuzaimah,Al-Hakim, dinilai Shahih oleh Adz-Dzahabi dan al-Albani).
Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shollallahu’alayhi wa Sallam bersabda : “Hendaklah kamu benar-benar meluruskan shafmu, atau (kalau tidak;maka) Allah akan jadikan perselisihan di antaramu.” (Muttafaq ‘alayhi, Bukhari No. 717 dan Muslim No.436) Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abu Dawud No. 552 dan Ahmad (IV:276) dan dishahihkan oleh al Albani dalam ash Shahihah no.32 secara lengkap, setelah membawakan hadits di atas, maka Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu berkata : “Maka saya (Nu’man bin Basyir) melihat seorang laki-laki (dari para Shahabat) menempelkan bahunya ke bahu yang ada disampingnya, dan lututnya dengan lutut yang ada disampingnya serta mata kakinya dengan mata kaki yang ada disampingnya).” Pernyataan Nu’man bin Basyir ini juga telah disebutkan oleh Imam Bukhari didalam kitab Shahihnya (II:447-Fat-hul Bari). Diriwayatkan pula Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Shollallahu ’alayhi wa Sallam telah bersabda: “Luruskanlah shaf-shafmu! Sejajarkan antara bahumu (dengan bahu saudaranya yang berada disamping kanan dan kiri), isilah bagian yang masih renggang, berlaku lembutlah terhadap tangan saudaramu (yang hendak mengisi kekosongan atau kelonggaran shaf), dan janganlah kamu biarkan kekosongan yang ada di shaf untuk diisi oleh setan. Dan barangsiapa yang menyambung shaf, pastilah Allah akan menyambungnya, sebaliknya barangsiapa yang memutuskan shaf; pastilah Allah akan memutuskannya. (Shahih. Abu Dawud no:666, dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al Hakim, Nawawi dan al Albani. Lihat : Fat-hul Bari (II:447) dan Shahihut Targhib Wat Tarbib no:492). Sehingga bengkoknya shaf akan mengakibatkan permusuhan dan pertentangan hati, kekurangan iman dan hilangnya kekhusyu’an. Sebagaimana lurusnya sebuah shaf termasuk (sebagian dari) kesempurnaan sholat, yang demikian itu diungkapkan di dalam sabda Rasulullah shollallaahu ‘alayhi wa Sallam, “Karena lurusnya shaf itu sebagian dari kesempurnaan shalat.” (HR. Muslim).
Di dalam riwayat lain : “Karena lurusnya shaf itu sebagian dari baiknya sholat”(HR. Al-Bukhari & Muslim).
Ukhty, Para Shahabat Radhiallahu ‘anhum sangatlah memperhatikan masalah merapatkan dan meluruskan shaf ini. Diriwayatkan dari Umar bahwasanya ia menugasi beberapa orang
laki-laki untuk merapikan shaf makmum, dan ia (Umar) tidak bertakbir
untuk memulai sholatnya melainkan setelah dilaporkan oleh para
petugasnya itu bahwa shaf telah rapi semua, begitulah juga diriwayatkan
dari Ali dan ‘Utsman, bahwa keduanya dahulu biasa melakukan hal itu
setiap sebelum memulai sholat, dan mereka berdua biasa berkata (sebelum
memulai shalat); “Istawu (luruskan shafmu)” bahkan Ali berkata: “Wahai
Fulan! Majulah,” (Dan berkata kepada yang lainnya:) ” Wahai fulan,
mundurlah. (Lihat pula riwayat-riwayatnya di dalam kitab al Muwaththa’,
Imam Malik : no. 234, 375, 376).
Mungkin masih banyak lagi hadits yang membahas bagaimana barisan dalam berjama'ah, tetapi dari hadis yang telah diuraiakan, ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil. Hikmah pertama dari merapatkan dan meluruskan barisan sholat berjama'ah adalah untuk menunjukkan bahwa dihadapan Alloh Ta'ala semua manusia itu memiliki derajat yang sama kecuali bagi hambanya yang mau melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Al-Qur'an dan sunnah. Bagi hamba yang mau melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Al-Qur'an dan sunnah Alloh Ta'ala menjanjikan kepada hamba-Nya untuk memberikan derajat yang lebih tinggi dari pada meraka yang tidak ta'at.
Hikmah yang kedua adalah tumbuhnya kebersamaa dalam jama'ah untuk mewujudkan persatuan ukhuwah islamiyah sehingga Islam menjadi kuat seperti keadaan pada masa para sahabat radiallohuanhumaajma'in. Dengan kuatnya ukhuwah makan akan terwujud kepedulian terhadap sesama, sehingga muncul sikap saling tolong menolong, saling mengharagai, saling menghormati, saling mengingatkan dalam kesabaran dan dalam ketaatan dan ini telah dicontohkan dalam persaudaraan muhajirin dan anshor yang rela membagi apa saja yang dimiliki untuk kesejahteraan orang lain.
Hikmah ketiga adalah Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam mengajarkan kita bahwa menyempurnakan ibadah itu tidak hanya kewajiban individu, tetapi setiap orang berkewajian untuk memperbaiki ibadah orang lain dengan cara memberi pemahaman, pengertian dan arahan yang baik agar kesempurnaan dalam ibadah dapat diperoleh bersama dan menjadi pendudukan surga juga berjama'ah. Barakallohufikum, hanya Alloh Ta'ala Yang Memiliki semua kebenaran dan semoga kita diberikan kemampuan untuk menjadi ahli hikmah, ahli ilmu, ahli ibdah, ahli Qur'an dan ahli surga.
Mungkin masih banyak lagi hadits yang membahas bagaimana barisan dalam berjama'ah, tetapi dari hadis yang telah diuraiakan, ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil. Hikmah pertama dari merapatkan dan meluruskan barisan sholat berjama'ah adalah untuk menunjukkan bahwa dihadapan Alloh Ta'ala semua manusia itu memiliki derajat yang sama kecuali bagi hambanya yang mau melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Al-Qur'an dan sunnah. Bagi hamba yang mau melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Al-Qur'an dan sunnah Alloh Ta'ala menjanjikan kepada hamba-Nya untuk memberikan derajat yang lebih tinggi dari pada meraka yang tidak ta'at.
Hikmah yang kedua adalah tumbuhnya kebersamaa dalam jama'ah untuk mewujudkan persatuan ukhuwah islamiyah sehingga Islam menjadi kuat seperti keadaan pada masa para sahabat radiallohuanhumaajma'in. Dengan kuatnya ukhuwah makan akan terwujud kepedulian terhadap sesama, sehingga muncul sikap saling tolong menolong, saling mengharagai, saling menghormati, saling mengingatkan dalam kesabaran dan dalam ketaatan dan ini telah dicontohkan dalam persaudaraan muhajirin dan anshor yang rela membagi apa saja yang dimiliki untuk kesejahteraan orang lain.
Hikmah ketiga adalah Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam mengajarkan kita bahwa menyempurnakan ibadah itu tidak hanya kewajiban individu, tetapi setiap orang berkewajian untuk memperbaiki ibadah orang lain dengan cara memberi pemahaman, pengertian dan arahan yang baik agar kesempurnaan dalam ibadah dapat diperoleh bersama dan menjadi pendudukan surga juga berjama'ah. Barakallohufikum, hanya Alloh Ta'ala Yang Memiliki semua kebenaran dan semoga kita diberikan kemampuan untuk menjadi ahli hikmah, ahli ilmu, ahli ibdah, ahli Qur'an dan ahli surga.
Wednesday 4 April 2012
Oleh Muhammad Fajrin Mustafa
daengmeraja@yahoo.com
Abstrak
Tantangan dan harapan yang muncul dari integrasi ilmu umum
dan ilmu agama akan dibahas dalam makalah ini berdasarkan studi literatur
dengan metode analisi deskriptif kualitatif. Tantangan dalam integrasi ilmu
umum dan ilmu agama adalah kembali kepada Al-Quran menjadi umat terbaik dengan
meintegrasikan ilmu umum dan ilmu agama kedalam pribadi diri yang merupakn
langkah awal yang harus dilakukan tentunya dengan semangat untuk selalu belajar
dan mengajarkan sehingga masyarakat Islam dan umum dapat menimbulkan rasa butuh
terhadap integrasi ilmu umum dan ilmu agama yang dikehendaki Allah Ta’ala.
Harapan dalam integrasi ilmu umum dan ilmu agama adalah berupa penerimaan yang
dilakukan seluruh umat baik itu muslim maupun non muslim. Penerimaan yang
diperoleh melalui informasi dalam berbagai bentuk sehingga ilmu yang
dikehendaki Allah Ta’ala diangga sebagai kebutuhan dan kepentingan sehingga
memunculkan rasa ingin tahu sehingga terwujudlah integrasi ilmu umum dan ilmu
agam yang dikehendaki Allah Ta’ala.
Kata Kunci: Ilmu Umum, Ilmu Agma
PENDAHULUAN
Kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi menjadi hidup
semakin mudah bagi beberapa kalangan masyarakat karena dengan Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi segala kegiatan menjadi lebin sederhana tetapi kesederhanaan ini
menimbulkan krisis pada abad kemajuan. Krisis ini melahirkan pola hidup yang
konsumtif dan individualis sebagai satu diantara dampak yang ada. Krisis-krisi
ini dapat diatasi dengan integrasi antara ilmu dan agama seperti yang dikatakan
Syahminan Zaini (1989: 57) bahwa “Kalau umat Islam dan orang Barat sudah
sama-sama memegangi dan melaksanakan integrasi dan aplikasi ilmu menurut yang
kehendak Allah itu barulah krisis-krisis yang melanda kehidupan mereka dapat
mereka atasi.” Pendapat ini diperkuat oleh Soedajatmoko (dalam Syahminan Zaini
1989: 57) yang menyatakan bahwa
“…manusia baru akan mencapai kesejahteraan apabila ia sudah mengintegrasikan
ilmu pengetahuan dan ajaran agama didalam segala pemikirannya dan tidankannya.”
Integrasi ilmu agama dan ilmu umum merupakan solusi dari pandangan yang ekstrim
dari ilmuan tentang tidak dipisahkannya ilmu agama dan ilmu umum yang terjadi
beberapa ratus tahun yang lalu tetapi solusi integrasi ini masih meninggalkan
masalah berupa harapan dan tantangan. Sebagai respon terhadap integrasi antara
ilmu dan agama, penulis akan membahas harapan dan tantangan yang muncul dari
adanya integrasi antara ilmu agama dan ilmu umum sebagai masalah yang dibahas
dalam makalah ini karena masih terdapat beberapa golongan yang berlum bisa
menerima integrasi ilmu umum dan ilmu agama sebagai sebuah kesatuan yang
bersifat aplikasi. Mengetahui harapan dan tantangan yang harus dihadapi dari
integrasi ilmu umum dan ilmu agama akan membuat kita sebagai manusia yang
berilmu dan beragama dapat mempersipakan diri dalam mewujudkan harapan yan gada
dari integrasi ilmu tersebut dan dapat mempersiapkan diri dalam mencari solusi
dari tantangan yang muncul dari integrasi tersebut. Perbedaan cara pandang akan membuat
pembahasan dalam setiap permasalahan meluas, sebagai upaya untuk membatasi
bahasan masalah maka yang dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut: Apa
tantangan yang muncul dari integrasi ilmu dan agama?, Apa yang diharapkan dari
integrasi ilmu umum dan agama?.
METODE
Makalah ini akan dibahas secara deskrip kualitatib
berdasarkan studi pustaka.
KAJIAN PUSTAKAN
Integrasi merupakan usaha untuk menjadikan dua atau lebih hal menjadi satu
kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ilmu dalam bahasa indonesia merupakan
terjemahan dari bahasa Inggris science yang berarti mengetahui dan belajar,
maka ilmu dapat berarti usaha untuk mengetahui atau mempelajari sesuatu yang
bersifat empiris dan melalui suatu cara tertentu. Menurut J.J. Davies (A. F.
Chalmers, 1983:1) “Ilmu adalah suatu struktur yang dibangun di atas fakta-fakta.”
Mulyadi Kartanegara (2005:44-50) memberikan gambaran bahwa ilmu umum berkaitan
dengan ilmu sekuler yang berorientasi pada rasionalitas. Ibnu Khaldun (Mulyadi
Kartanegara, 2005:44-50) menjelaskan bahwa ilmu umum adalah ilmu yang berisi
pengetahuan teoritis tentang sesuatu seperti filsafat (metafisika), matematika,
fisika beserta pembagiannya. Agama memiliki banyak sekali definisi, hal ini
dikarenakan sifatnya yang subjektif sehingga definisinya pun beragam sesuai
dengan pemikiran orang yang mendefinisikan tersebut (Endang Saefudin Anshari
dalam Mohamad Solikin, 2008:7). Pada makalah ini, agama yang dimaksud adalah
agama Islam, yakni agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW yang berlandaskan
kitab suci al-Qur‘an. Jadi yang dimaksud dengan integrasi ilmu umum dan ilmu
agama pada penelitian ini adalah upaya
untuk menyatukan antara ilmu umum dan ilmu agama Islam agar tidak terpisahkan
satu sama lainnya. Berkaitan dengan tantangan dan harapan dari adanya integritas
antara ilmu umum dan ilmu agama Syahminan Zaini (1989: 55) memaparkan kewajiban
yang harus dilakukan umat islam adalah mewajibkan diri mereka berilmu
sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah dan hal ini akan menyebabkan mereka
harus merombak sistematika ajaran islam yang sedang mereka pegangi dan sistem
pendidikan yang mereka laksanakan sekarang ini. Sebab keduanya itu saling
berkaitan dan apa yang mereka pegangi serta laksanakan tentang keduanya itu
sekarang ini belum lagi sesuai dengan kehendak Allah. Setelah kedua hal
tersebut mereka laksanakan, mereka juda harus menginformasikan dan mempengaruhi
orang barat dengan integrasi dan aplikasi ilmu yang menurut kehendak Allah itu,
sehingga orang barat mau pula merombak sistematika ilmu dan sistem pendidikan
mereka sesuai dengan integrasi dan aplikasi ilmu yang dikehendaki Allah
tersebut. Pembahasan yang berkaitan dengan tantangan dalam makalah ini
berkaitan dengan pemaparan Syahminan Zaini (1989: 55) pada urutan pertama dan
pembahasan yang berkaitan dengan harapan dalam makalah ini didasarkan pada pemaparan
Syahminan Zaini (1989: 55) pada urutan kedua.
PEMBAHASAN
Umat Islam harus sadar posisi Islam sebagai umat terbaik
mempunyai tanggung jawab agar semua bidang merasakan kebaikan dengan
keberadaannya seperti Firman Allah Ta’ala dalam surah Ali-Imraan ayat 110 “Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma’ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah. Dalam surah
ini ada tiga tugas yang harus dilakukan oleh umat Islam, pertama, perintah
untuk menyuruh kepada yang ma’ruf. Kedua, perintah untuk mencegah kemungkaran.
Ketiga, perintah beriman kepada Allah Ta’ala. Berkaitan dengan integrasi ilmu
umum dan ilmu agama, sudah seharusnyalah kita sebagai umat islam mengajak
kepada yang ma’ruf dalam bentuk integrasi ilmu umum dan ilmu agama, berikut ini
tantangan dan harapan dari adanya integrasi berdasarkan Syahminan Zaini (1989:
55) :
Tantangan Dari Integrasi Ilmu Umum dan Ilmu Agama
Tantangan yang harus dihadapi umat Islam yang pertama
berkaitan dengan ilmu. Agama Islam menempatkan ilmu dan ilmuwan dalam kedudukan
yang tinggi dan sejajar dengan orang-orang beriman dan ini diabadikan oleh
Allah Ta’ala dalam surah Al-mujaadilah: 11 “…Allah akan meninggikan orang-orang
yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa
derajat…”
Integrasi Ilmu umum dan Ilmu Agama menantang umat Islam
sebagai media terwujudnya integrasi dan itu dapat terwujud jika umat Islam
memiliki ilmu sehingga segala sesuatu yang dilakukan tidak hanya berdasarkan emosi.
Allah Ta’ala telah memberikan contoh bagaiman tahapan ketika Nabi Muhammad
Shollallahua’alaihiwasallam ditugaskan sebagai utusan Allah Ta’ala. Hal pertama
yang dilakukan Alloh Ta’ala adalah mengajarkan ilmu kepada Nabi Muhammad
Shollallahua’alaihiwasallam melalui perantara malaikat Jibril As yang dengan
ayat Al-quran pertama yang diturunkan yaitu Qs Al-‘alaq, 1-5 “Bacalah dengan
(menyebut) Nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah. Yang mengajar
(manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang
tidak diketahuinya”. Rasullullah Shollallahua’alaihiwasallam diperintahkan
untuk Iqra secara berulang oleh malaikat Jibril As dan para mufassir manfsirkan
Iqra sebagai perintah untuk menuntut ilmu dan harus dilakukan secara
berulang-ulang dan terus menerus. Perintah menuntut ilmu terdapat dalam hadist
Nabi Muhammad saw : "Menuntut ilmu
adalah fardhu bagi tiap-tiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan".(HR.
Abdulbari dalam Moh.Rifai, 2010)
Rasullullah Shollallahua’alaihiwasallam adalah agen
perubahan dan Allah Ta’ala mentakdirkan beliau Shollallahua’alaihiwasallam
untuk memiliki ilmu sebagai panduan dari tugas beliau sebagai utusan Allah
Ta’ala dan beliau pun mewajibka kita sebagai umat islam untuk menuntut ilmu.
Menuntut ilmu merupakah bentuk ibadah yang bernilai seperti yang dikatakan Rasullullah Shollallahua’alaihiwasallam
(Moh.Rifai, 2010) "Sungguh sekiranya engkau melangkahkan kakinya di waktu
pagi (maupun petang), kemudian mempelajari satu ayat dari Kitab Allah
(Al-Quran), maka pahalanya lebih baik daripada ibadah satu tahun". Dalam
hadist lain dinyatakan : "Barang siapa yang pergi untuk menuntut ilmu,
maka dia telah termasuk golongan sabilillah (orang yang menegakkan agama Allah)
hingga ia sampai pulang kembali". Ilmu menjadi penting dalam ibadah karena
amal ibadah yang tidak dilandasi dengan ilmu yang berhubungan dengan itu, akan
sia-sialah amalnya. Syaikh Ibnu Ruslan (Moh.Rifai, 2010) dalam hal ini
menyatakan : "Siapa saja yang beramal (melaksanakan amal ibadat) tanpa
ilmu, maka segala amalnya akan ditolak, yakni tidak diterima". Ketika seseorang telah berilmu maka dia
mendapatkan satu tugas yang berkaitan dengan ilmu yaitu mengajarkan apa yang diilmuinya
seperti hadits Rasullullah Shollallahua’alaihiwasallam "Barang siapa
ditanya tentang sesuatu ilmu, kemudian menyembunyikan (tidak mau memberikan
jawabannya), maka Allah akan mengekangkan (mulutnya), kelak dihari kiamat
dengan kekangan ( kendali) dari api neraka".(HR Ahmad dalam Moh.Rifai,
2010). Penjelasan tentang tugas seorang yang berilmu adalah tidak
menyembunyikan dan harus mengajarkan, yaitu mengajarkan diri sendiri,
mengajarkan keluarga, mengajarkan masyarakat, mengajarkan umat terutama tentang
pentingnya agama dalam keseharian. Tidak
semua orang yang berilmu bisa menjawab tantangan integrasi ilmu umum dan ilmu
agama karena pada saat sekarang ini banyak sekali orang yang berilmu tetapi
tidak yakin dengan ilmu yang dimiliki dan dia hanya sekedar tahu, ada juga
orang berilmu yang hanya yakin dan membagikan keyakinanya yakni ilmu yang
dimiliki tanpa diamalkan. Untuk bisa menjawab tantangan integrasi ilmu umum dan
ilmu agama maka mulailah dari yang kecil dengan amalan dari ilmu yang dipahami
dan penuh keikhlasan beribadah kepada Allah Ta’ala yang dapat dimulai dari
sendiri, keluarga, dan masyarakat. Tantangan kedua yang harus dihadapi umat
Islam berkaitan dengan pendidikan yaitu lembaga pendidikan formal. Dewasa ini
terlihat perbedaan dari prioritas keilmuan yang dikembangkan dalam sistem
pendidikan Indonesia, perbedaan ini terlihat pada lembaga pendidikan yang
berbasis ilmu keagamaan dan lembaga pendidikan berbasis ilmu umum. Tantangan
yang harus diatasi berkaitan dengan integrasi ilmu umum dan ilmu agama
adalah dengan merombak sistematika
ajaran Islam dan sistem pendidikan yang
dilaksanakan sekarang dengan pengembangan ilmu keislaman yang
multidisipliner-integrative (Nur Syam :2012) dan pengembangan ilmu umum yang
berbasis Pendidikan karakter (KEMENDIKNAS, 2010). Pengembangan ilmu keislaman
yang multidisipliner-integrative dan pengembangan ilmu umum yang berbasis
Pendidikan karakter bisa mengatasi tantangan integrasi ilmu umum dan ilmu agama
dengan berkaitan dengan sistem pendidikan. Dengan sistem pendidikan seperti ini
maka akan menghasilkan output pendidikan yang sesuai dengan tujuan dari Pendidikan nasional. “Mengembangkan
kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, sehat, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab”. (Undang-Undang Nomor : 20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3)
Harapan Dari Integrasi Ilmu Umum dan Ilmu Agama
Keberadaan integrasi ilmu umum dan ilmu agama menjanjika
sebuah harapan berupa integrasi ilmu dan aplikasi ilmu menurut kehendak Allah
Ta’ala oleh seluruh manusia. Ilmu yang terintegrasi dan sistem pendidikan yang
terintegrasi akan melahirkan manusia yang cerdas secara intelektual, emosional,
dan spiritual. Keadaan umat yang seperti ini akan mempermudah penerimaan
integrasi ilmu umum dan ilmu agama menurut kehendak Allah Ta’ala melalui
informasi yang nanti akan mempengaruhi pola pikir dan sikap dari orang-orang
yang belum dan tidak tahu bagaimana seharusnya integrasi ilmu umum dan ilmu
agama. Sikap yang ditunjukkan umat islam yang terdidik dan berilmu dengan benar
akan memberikan informasi kepada orang lain mengenai ilmu yang dikehendaki
Allah Ta’ala sehingga tertarik untuk tahu dan memahami integrasi ilmu umum dan
ilmu agama yang dikehendaki Allah
Ta’ala. Pengetahuan kompleks yang dimiliki ini juga akan menimbulkan berbagai
penemuan yang menunjukkan kebenaran Islam sebagai agama.
KESIMPULAN
Tantangan dan harapan yang muncul dari integrasi ilmu umum
dan ilmu agama yang dikehendaki Allah Ta’ala diserahkan kepada umat Islam
sebagai umat terbaik yang mengajak kepada yang ma’ruf dan mengajak menghindari
berbagai kemungkaran. Pribadi muslim yang terbentuk dengan pendidikan yang baik
dan sesuai dengan kehendak Allah Ta’ala merupakan peran yang harus dimainkan
oleh umat islam dalam mewujudkan integrasi ilmu umum dan ilmu agama yang
dikehendaki Allah Ta’ala. Tantangan dalam integrasi ilmu umum dan ilmu agama
adalah kembali kepada Al-Quran menjadi umat terbaik dengan meintegrasikan ilmu
umum dan ilmu agama kedalam pribadi diri yang merupakn langkah awal yang harus
dilakukan tentunya dengan semangat untuk selalu belajar dan mengajarkan
sehingga masyarakat Islam dan umum dapat menimbulkan rasa butuh terhadap
integrasi ilmu umum dan ilmu agama yang dikehendaki Allah Ta’ala. Harapan dalam
integrasi ilmu umum dan ilmu agama adalah berupa penerimaan yang dilakukan
seluruh umat baik itu muslim maupun non muslim. Penerimaan yang diperoleh
melalui informasi dalam berbagai bentuk sehingga ilmu yang dikehendaki Allah
Ta’ala diangga sebagai kebutuhan dan kepentingan sehingga memunculkan rasa
ingin tahu sehingga terwujudlah integrasi ilmu umum dan ilmu agam yang dikehendaki
Allah Ta’ala.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur'an
A.F. Chalmers. (1983). Apa Itu Yang Dinamakan Ilmu
(penterjemah Joesouf Isak). Jakarta. Hasta Mitra
Kemendiknas. (2010). Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter
Bangsa. Jakarta. Kemendiknas
Moh. Rifai. (2010). Menuntu Ilmu Dalam Islam [online].
Tersedia
http://kitakanfren.blogspot.com/2010/04/menuntut-ilmu-dalam-pandangan-islam.html
[31 Desember 2011]
Mohamad Solikin. (2008). Integrasi Ilmu Dan Agama Menurut
Isma’il Raji al-Faruqi Dan Kuntowijoyo (Studi Perbandingan) [skripsi]. Fakultas
Agama Islam UMS
Mulyadhi Kartanegara. (2005). Integrasi Ilmu Sebuah
Rekontruksi Holistik. Jakarta. Arasy Mizan
Nur Syam, (2011). Menegaskan Integrasi Ilmu Agama Dan Umum
[online]. Tersedia. http://nursyam.sunan-ampel.ac.id/?p=2638 [31 Desember 2011]
Sayyid Qutb. (2011). Tafsir Zhilal Qur’an [online].
Tersedia.
http://www.eramuslim.com/syariah/tafsir-zhilal/kriteria-umat-terbaik-2.htm. [31
Desember 2011]
Syahminan Zaini. (1989). Integrasi Ilmu dan Aplikasinya
Menurut Al-Qur’an. Jakarta. Kalam Mulia
Tuesday 3 April 2012
Jabat Tangan Sang Profesor
Oleh:
Muhammad Fajrin
Musthafa
Terlihat dari
kejauhan seseorang yang berjalan di selasar kampus melewati setiap ruang kelas perkuliahan
dengan kesederhaan. Beliau berjalan dengan penuh keramahan terhadap setiap orang
yang dilewatinya. Kulihat setiap kepala tertunduk hormat ketika berpapasan
dengannya. Hatiku pun mulai berkata-kata -siapakah orang yang karismatik ini-
beberapa deretan namapun mulai terpikir olehku dan satu nama sudah kupilih
ketika orang tersebut mendekat dan berjalan kearahku."Tepat" kataku
dalam hati, ternyata dia adalah Prof. Jayanti Oktariani, M.Si, M.Pd, Phd
beliau adalah direktur program pascasarjana tempatku kuliah saat ini. Selain
sebagai Guru Besar, beliau adalah pembimbingku dalam menyelesaikan tesis, jadi
kami sudah saling mengenal. Ketika Prof. Yanti -sapaan akrabnya- akan
melewatiku, akupun sudah bersiap-siap untuk menyapanya dengan sapaan hangatku
tetapi saat aku akan menyapanya Prof. Yanti mendahuluiku dengan uluran jabat
tangan dengan sedikit membungkukkan badan yang diiringi dengan salam.
"Selamat siang Bu Indri" sapanya tehdapku, "selamat siang
Prof" jawabku, sambil tangan kirinya mengusap-usap bahuku. Dengan
keramahannya Prof. Yanti menanyakan kabarku "Apa kabar Bu Indri",
" Baik. Prof bagaimana kabarnya? mudah-mudahan selalu dalam keadaan sehat
ya Prof" balasku "Terimakasih, maaf Bu Indri saya duluan ya, sampai
ketemu di kelas" Beliaupun berlalu berjalan menuju ruangannya.
Pertama kali
aku bertemu Prof. Yanti, aku takjub sekali dan merasa bangga dengan
kerhormatan, kesederhanaan dan keramahannya terhadapku. Tak terpikir sedikitpun
olehku - Seorang yang terhormat dan berkedudukan seperti beliau mau melakukan
hal yang luar biasa seperti itu padaku- bukannya ge er ya, aku merasakan perlakuan Prof. Yanti terhadapku adalah
perlakuan khusus. Sepanjang penglihatanku, belum pernah aku melihat Prof. Yanti
memperlakukan mahasiswanya sebagaimana beliau memperlakukan aku. Akupun mulai
berpikir untuk menerka-nerka faktor penyebab perlakuan khusus beliau terhadapku
-mungkin Prof. Yanti kasihan terhadapku karena dia tahu bahwa di kota ini aku
hanya sebatang kara tanpa sanak saudara dan jauh dari orang tua -pikirku-
atau perlakuan ini merupakan bentuk apresiasi beliau terhadap semangat dan kerja
kerasku dalam menyelesaikan studiku. Untuk memuaskan rasa penasaranku, akupun
mulai berpikir bahwa yang Prof. Yanti lakukan terhadapku merupakan sikap yang
selalu ditunjukkannya terhadap orang lain, karena memang seperti itulah beliau.
Waktupun
berlalu sehingga aku mampu menyelesaikan studiku pada program Magister
Manajemen SDM Pendidikan dengan mendapatkan predikat sebagai mahasiswa termuda
dengan nilai terbaik pada tahun ini. Selama hampir dua tahun aku terus
mendapatkan perlakuan yang luar biasa dari Prof. Yanti dan rasa penasaranku
tentang faktor yang menyebabkan Prof.Yanti begitu baik padaku belum
terjawabkan. Sikap dan sifat Prof. Yanti membuat aku teringat akan Papa. Papa
adalah sumber inspirasiku yang mampu memberikan motivasi kepadaku melalui
usaha-usaha yang dilakukannya agar anaknya sukses. Rangkaian-rangkaian kata
yang keluar dari mulut Papa adalah nasehat untukku. Setiap saat Papa bersedia
mendengarkan cerita-ceritaku dan cerita tentang Prof. Yanti merupakan salah
satu cerita yang pasti akan kusampaikan pada Papa.
Dalam waktu
senggangku kuobati rasa rinduku dengan mendengar suara Papa, kamipun saling
bercerita melalui telpon genggam. Papa menceritakan kesibukannya
sekarang, bercerita tentang Mama, dan bercerita tentang dua orang adikku.
Disela-sela pembicaraan kami, akupun teringat akan Prof. Yanti, kuceritakan
kisah Prof. Yanti dari A sampai Z dan Papapun dengan senang dan antusiasnya
mendengar ceritaku. Beliaupun berkata "Prof mu itu orang yang luar biasa
neng -neng adalah panggilan manjaku- banyak-banyaklah belajar dari orang
seperti beliau", "Pasti Pa jawabku" jawabku dengan patuh. Akupun
teringat akan rasa penasaranku selama ini tentang Prof. Yanti, sehingga akupun
menanyakannya "Pa..." panggil ku melalui telpon genggamku,
"menurut Papa, apa yang menyebabkan Prof. Yanti memperlakukan Neng seperti
itu? apakah menurut Papa itu hal yang biasa" tanyaku. Dengan penuh nilai
pembelajaran dan kata bijak Papa pun menjawab "Neng...Prof mu itu sedang
memberikan pembelajaran padamu, pembelajaran tentang bagaimana kita bersikap
dalam menjalani kehidupan. Dalam sikap-sikapnya selama ini padamu terdapat
sebuah pesan yang harus Neng pelajari dan Neng lakukan". "apa
pesannya Pa?" desakku."Jika kamu nanti menjadi orang besar dengan
kedudukan dan jabatan yang tinggi tunjukkan lah ketinggian jabatan dan
kedudukan mu itu dengan kerendahan hati, kesederhanaan, keramahan terhadap
orang lain.”
Sejenak aku
terdiam ketika kata-kata itu terucap dari mulut Papa, untaian kata-kata itu
seolah-olah menampar wajahku yang sombong ini, hatiku terasa
tertusuk-tusuk. Akupun tertunduk meneteskan air mata teringat akan keangkuhanku
selama ini, teringat akan rasa banggaku terhadap gelar dan prestasi yang
kudapat selama ini padahal aku belum melakukan sesuatu yang berarti ataupun
berguna dengan gelar dan prestasi itu, teringat akan keangkuhanku selama ini
yang dengan menganggap diri ini lebih pintar dari siapapun bahkan orang tuaku
sendiri padahal kecerdasan merekalah yang membuatku bisa seperti sekarang ini,
teringat akan ketingian hatiku yang menganggap bahwa aku melebihi siapapun
padahal ada Zat Yang Maha Tinggi yang senantiasa memberikan kemudahan padaku
dalam segala urusanku dan sikap tinggi hatiku membuatku lupa besyukur
kepada Ilahirabbi. Sejak saat itu akupun mulai menata hati dan pikiran untuk
bisa menjadi lebih baik dengan memberikan banyak manfaat bagi orang lain.
Akupun mulai membiasakan diriku dengan kesederhanaan, keramahan, dan kerendahan
hati yang dislimuti lapisan nilai-nilai spiritual yang akan menjaga setiap
tindak-tandukku.
Subscribe to:
Posts (Atom)