BAB I
PENDAHULUAN
Modernitas dan perkembangan zaman telah
menghasilkan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih dengan berbagai dampak
positif sekaligus negatif. Nilai positif dapat terlihat apa yang dianggap gaib
dan tidak mungkin di masa silam menjadi nyata dan fakta dimasa kini. Sedangkan
ekses negativnya terlihat ketika ilmu pengetahuan
dan teknologi diper-tuhan-kan.
Rasa ingin tahu manusia mendorongnya tidak
segera puas pada satu penemuan saja.
Pertumbuhan bangun ilmu pengetahuan dan ideology pun terus menjamur,
selanjutnya tumbang dan berganti lagi dengan bangun keilmuan dan idelogi yang
baru. Lingkaran ketidak pastian ini berlanjut atas dasar paradigma rasionalis -
empris disatu pihak dan alienasi terhadap agama pada pihak lain. Akibatnya
adalah manusia ditawan dan dibingungkan oleh hasil penemuan dan perilakunya
sendiri dengan lahirnya masalah baru
yang lebih kompleks.
Ditengah kegamangan ilmu pengetahuan dan
lahirnya kemanusiaan yang berpenyakit tersebut, peran agama kembali mendapat
perhatian setelah teralienasi sejak pasca ranaisance.
Demikian halnya dalam ilmu pengetahuan seperti ilmu psikologi terapi yang
menekankan pada teori klinis/mekanis dan mengesampingkan peran
keagamaan/spiritualitas dan kemudian terbukti mengalami ketimpangan.
Asumsi dari Modernitas Science seperti; Naturalism,
Atheism, Determinism, Universalism, Reductionism/Atomism, Materialism, Ethical
relativism, Ethical hedonism, Positivism, Classical/Naive realism, Empiricism
dan Sigmund Freud ahli psikoanalisa dimana kesemuanya memandang
sebelah mata peran penting agama telah menemukan kegagalan argumentasi,
pendapat dan teori-teorinya.
Kebangkitan Spiritual dalam ilmu pengetahuan
adalah sekitar tahun 80-an tentang pandangan
dunia keagamaan. Hal tersebut, diakui sebagai aspek penting yang mempengaruhi
perkembangan dan pemenuhan diri manusia seperti: (Theistic World Views) percaya bahwa eksistensi dari A Supreme Being dan Human Beings sebagai agen yang bertanggung jawab, bukan mesin.
Dalam menghadapi nestapa manusia era modern
tingkat lanjut seperti sekarang ini, pemahaman keagamaan perlu
ditransformasikan sehingga dapat memenuhi harapan esensial dari ajaran agama
itu sendiri dalam menyumbangkan sesuatu yang menyejukkan, menentramkan dan
bukan menjadi sumber keruwetan. Ummat beragama juga perlu memahami bahwa
fenomena-fenomena agama selain melibatkan wahyu, juga lengket dengan fenomena
cultural, tradisi, adat istiadat, habit
of mind, dan begitu seterusnya.
Sejalan dengan uraian diatas, praktek dari
pengetahuan islam menyangkut kedua pendekatan (ilmu agama-Ilmu umum) pun
merupakan dua sisi mata uang yang tidak dapat terpisahkan. Pertanyaan kemudian
adalah Bagaimana integrasi ilmu dan aplikasinya menurut Al-Quran.
BAB II
INTISARI BUKU
Buku
“Integrasi Ilmu dan Aplikasinya Menurut Al-Quran” oleh Drs. H. Syahminan Zaini
ini terdiri dari tujuh bagian yakni tentang krisis dunia modern dan
sebab-sebabnya, sejarah pemisahan ilmu agama, apa itu ilmu?, mengapa harus
berilmu, untuk apa berilmu, bagaimana cara berilmu, dan ilmu yang dikehendaki
islam.
Krisis
dunia modern merupakan akibat dari kurangnya integrasi antara ilmu pengetahuan
dan ajaran agama. Sebab dari krisis dunia modern menurut para tokoh ialah
kesalahan konsepsi tentang kebenaran, sikap dunia modern yang hanya mengakui
hal-hal yang nyata dan beberapa pendapat lainnya.
Pemisahan
antara ilmu dan agama diawali ketika orang-orang barat menganggap agama tidak
perlu bagi manusiadan anggapan orang-oran timur (islam) bahwa ilmu filsafat,
ilmu kimia, ilmu falaq adalah ilmu-ilmu kafir.
Ilmu
menurut islam ialah pengenalan terhadap segala yang ada (Allah, manusia, dan
alam) dengan Ilmu Allah, yang ada pada diri-Nya kemudian diberikan-Nya kepada
manusia yang ada dalam alam dan yang ada dlam agama-Nya, lewat panca indera,
akal, dan kalbu manusia.
Alasan
tentang mengapa harus berilmu merupakan pondasi awal kita dalam mencari ilmu,
alasan dasar ini akan mejadi kekuatan yang dapat mengikat konsekwensi proses
dan kosekwensi kebenaran akan ilmu.
Untuk
apa berilmu, merupakan pertanyaan yang menanyakan manfaat ilmu bagi manusia.
Ilmu bagi manusia beriman adalah untuk memenuhi segala macam kebutuhan kita
sebagai makhluk hidup berkaitan dengan kesejahteraan hidup di alam dunia dan
alam akhirat.
Berilmu
dapat dilakukan dengan menganl Allah, mengenal manusia, dan mengenal alam
dengan menggunakan metode deduksi sebagai metode utama untuk mengenal Allah dan
manusia, sedangkan untuk mengenal alam dapat digunakan metode induksi sebagai
metode yang utama.
Ilmu
yang dikehendaki islam adalah ilmu yang mengintegrasikan antara ilmu-ilmu umum dengan
ilmu agama dalam wujud sebagai aplikasi, tujuan dari integrasi ini adalah
sebagai solusi dari modernitas yang menghiasi perkembangan pengetahuan dewasa
ini.
BAB III
PEMBAHASAN
A.
Krisis
Dunia Modern dan Sebab-sebabnya
Sudah
tidak ada keraguan lagi, bahwa dunia modern ini adalah dunia yang dilanda oleh
krisis. Untuk sekedar bukti kita kemukakan disini ulasan beberapa sarjana
tentang hal tersebut, yaitu : Prof. Dr. DA. Tisnaamidjaja dalam bukunya “Iman,
Ilmu dan Amal” mengatakan : “sesungguhnya sudahlah cukup bukti-bukti nyata,
bahwa umat manusia kini karena ketamakannya dan kecerobohannya sedang
menempatkan eksistensinya sendiri di dunia ini di dalam bahaya, banyaklah
ahli-ahli ilmu pengetahuan, ulama-ulama di berbagai Negara di dunia, yang tidak
hanya memepelajari keadaan sekarang, tetapi menunjukkan pula perhatiannya akan
hari kemudian dari dunia dan segala makhluk yang menghuninya, atas dasar
analisa-analisa fakta-fakta pada waktu
lampau dan keadaan sekarang yang berjalan, mereka itu sungguh-sungguh
merasa cemas. Cemas bahwa jikalau manusia tidaklah lebih berhati-hati dengan
mempergunakan kemampuan-kemampuannya, maka benar-benarlah akan terjadi, bahwa
manusia akan merupakan alat pemusnah umat dan dunianya sendiri”.
Dr.
Abu Hanifah dalam bukunya : “Rintisan Filsafat” mengatakan : Demikianlah dunia
Barat mengalami krisis yang hebat, yang meruntuhkan segala apa yang sudah di
tanam dengan hidmat oleh kebudayaan nenek moyangnya. Semua keadaan goyah,
bergoyang, lapuk dan keadaan itu mengenai segala lapisan dan keadaan masyarakat
individu dan keadaan masyarakat sendiri, rumah tangga dan perkawinan,
pendidikan dan ilmu pengetahuan, perdagangan dan peruangan, kota dan dusun,
Negara, politik internasional, agama dan banyak lagi”.
Roger
Garaudy dalam bukunya : “ Promesses De L’ Islam” yang disimpulkan oleh Prof.
Dr. H.M Rasyidi dalam “Kata Pengantar Penerjemah” dari buku tersebut,
mengatakan : ”….. bahwa karena filsafat barat yang hanya bertitik tolak dari
manusia, yakni semenjak filsafat Socrates, Aristoteles pada jaman Yunani,
sampai Descartes dan J.P Sartre pada masa sekarang, begitu juga karena filsafat
Hegel (1770-1831), dan Nietzsche (1844-1900) telah mengumumkan kematian Tuhan,
sedang filsafat Freud (1856-1939) dan strukturalisme telah mengumumkan kematian
manusia, maka peradaban Barat sekarang ini sudah sampai kepada jalan buntu.
Dengan
ekonomi perkembangan (growth) yang mengikis habis sumber-sumber kekayaan
manusia, dengan tujuan hidup konsumtif tanpa ada hubungan dengan transendensi,
dengan perkembangan teknik senjata nuklir, manusia berada di ambang pintu
kehancuran “.
Adapun
sebab terjadinya krisis tersebut, bermacam-macam pulalah pendapat para sarjana,
antara lain ialah : HS. Zuardin Azzaino, SE. dalam bukunya “Komunikasi Ilahiah”
mengatakan : “ Kesalahan Konsepsi tentang Kebenaran” yang dewasa ini mendasari
perkembangan ilmu pengetahuan, telah membawa bencana besar di muka bumi. Ilmu
yang dikembangkan secara sekuler hingga kini merumuskan “kebenaran” itu sebagai kecocokan suatu pendapat dengan
kenyataan yang dapat diuji coba oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
Kalimat “dapat di uji coba oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja” adalah
suatu ungkapan sekuler , ungkapan yang dilatarbelakangi oleh pendirian bahwa
yang ada itu hanyalah yang dapat diinderai. Sesuatu yang tidak dapat diinderai
berarti tidak ada, tidak benar. Allah tidak dapat diinderai, tidak dapat diuji
coba kebenaran adanya, diragukan adanya. Malaikat, jin, alam kubur, roh, surge,
neraka, padang mahsyar dan lain-lainnya itu tidak dapat diinderai, tidak dapat
dibuktikan kebenaran adanya, diragukan adanya. Jadi tidak ilmiah meyakini
adanya Allah, malaikat, jin, roh, alam kubur, padang mahsyar, surga dan neraka
itu. Maka lahirlah faham komunis, pandangan hidup materialistis, sekuler dan
seterusnya. Maka lahirlah pandangan dan aliran fikiran kapitalisme, persaingan
bebas, yang lemah dihancurkan yang kuat, yang bodoh ditipu yang pintar,
penjagalan, pemerasan, pelacuran. Crime-Business atau industry kejahatan
dianggap sebagai suatu lapangan perjuangan hidup yang menguntungkan. Bodoh
sekali orang yang alim-alim itu. Maka sengsaralah umat manusia yang lemah
dimuka bumi ini”. Jadi menurut HS.
Zuardin Azzaino SE, yang menyebabkan terjadinya krisis di dunia m,odern adalah
karena dunia modern hanya mengakui hal-hal yang nyata (yang dapat diinderai)
saja. Sedang hal-hal yang gaib tidak diakui.
Dr.
A. Rauf SH, dalam bukunya “Al-Quran dan ilmu Hukum” mengatakan : “Selain
daripada itu, sikap ilmu hukum yang lebih mementingkan hak daripada kewajiban
itu mempunyai akibat-akibat psychologis yang amat dalam dan membahayakan dalam
masyarakat umat manusia. Dari seorang manusia biasa di tengah pasar, sampai
kepala siding Dewan Keamanan PBB, manusia selalu meneriakkan hak-haknya dan
meminta diperhatikan hak-haknya. Jarang kita mendengar manusia itu membicarakan
kewajiban-kewajibannya, bagaimana cara melaksanakan kewajiban-kewajibannya itu.
Veto dalam sidang Dewan Keamanan
berdasarkan pada hak-hak yang dirasakan dilanggar oleh orang lain. Hak
Subjektif yang lebih dipentingkan oleh
ilmu hukum daripada kewajiban telah membawa umat manusia ke dalam suatu
kekusutan dan kegoncangan”. Jadi menurut Dr. A Rauf SH, yang menyebabkan
terjadinya krisis di dunia modern adalah karena dunia modern lebih mementingkan
hak dari kewajiban.
Dr.
Abu Hanifah dalam bukunya “Rintisan Filsafat” mengatakan : “ Belum juga
mengerti pemimpin-pemimpin dunia istimewa di Barat bahwa kekacauan dunia tidak
saja terletak pada kekacauan perdagangan dan peruangannya, tetapi terlebih lagi
pada kekacauan batin, yang pokok pangkalnya dari segala akibat-akibat yang
sudah terjadi. Umumnya seluruh dunia, istimewa dunia Barat sangat dipengaruhi
oleh kekacauan batin itu. Dalam segala hal mulai dari sekolah ke kantor, mulai
dari kerani ke perdana menteri, dari student ke guru besar dan dari pembeli ke
penjual, dan mungkin kaum petani pun dihinggapi kekacauan batin itu”. Prof. Dr.
DA. Tisnaamidjaja sependapat dengan Dr. Abu Hanifah ini. Beliau mengatakan : “
Hura-hura dunia, pada hakekatnya dan sebagai sumber asal mulanya adalah
hura-hura yang timbul di dalam hati sanubari manusia sendiri sebagai insan.
Hari kiamat dunia, sesungguhnya sudahlah dimulai, jika pada hati paribadi
manusia-manusia telah timbul kiamat-kiamat kecil (Iman, Ilmu dan Amal halaman :
4). Adapun kekacauan batin ini disebabkan oleh karena jasmani diberi makan
sekenyang-kenyangnya, sedangkan rohani dibiarkan lapar selapar-laparnya.
(Rintisan Filsafat halaman 8). Jadi menurut Dr. Abu Hanifah, yang menyebabkan
terjadinya krisis di dunia modern adalah karena dunia modern lebih mementingkan
jasmani dan rohani.
Menurut
Al-Quran segala sesuatu diciptakan Allah berpasang-pasangan (QS. Adz – Dzariyat
49) , seperti dunia-akhirat, lahir-batin, laki-perempuan, positif-negatif,
subyektif-obyektif, kaya-miskin, baik-buruk, hak-kewajiban, dan sebagainya.
Pasangan-pasangan
tersebut harus dilayani manusia secara berimbang. Sebab Allah telah membuat
hukum perimbangannya (QS. Al-Hijr : 19 dan QS. Ar-Rahman : 7). Dan manusia
tidak boleh melanggarnya (QS. Ar-Rahman : 8). Kalau dilanggar juga, maka akan
terjadilah ketidakharmonisan atau krisis, seperti yang telah diungkapkan oleh
beberapa cendekiawan tersebut di atas.
Adapun
yang menjadi sebab utama dari krisis dunia modern ini adalah pemisahan antara
pasangan ilmu pengetahuan dan ajaran agama. Dr. Ir. Hidajat Nataatmadja dalam
bukunya “ Karsa Menegakkan Jiwa Agama dalam Dunia Ilmiah”, mengatakan : “
Prinsip pemisahan antara agama dan ilmu itulah sumber penyakit itu…..”.
Al-Quran menyatakan, orang-orang yang tidak beragama Allah adalah seburuk-buruk
hewan melata. Walaupun mereka berilmu banyak (QS. Al Anfal : 55) dan
orang-orang yang tidak berilmu adalah seburuk-buruk hewan melata, walaupun
mereka beragama (QS. Al Anfal : 22 dan QS. Al A’raf : 179).
Apa
yang dinyatakan Al Quran ini sudah ditemukan di dalam kenyataan kehidupan
manusia. Orang-orang kafir dengan kebebasan sex mereka dan dengan
bermacam-macam teori mereka seperti teori ekonomi dan politik, telah menjadi lebih
buruk dan lebih buas dari hewan.
Roger
Garaudy dalam bukunya “ Promemee De L’
Islam (Janji-Janji Islam)”mengatakan : “ ……Eropa telah beralih sifat dari “kebodohan yang
buas” menjadi “ kebuasan yang pintar”. Dan orang-orang Islam dengan kebodohan
mereka telah mempunyai citra yang paling buruk di dunia.
Dr.
Ismail Raji Al-faruqi dalam bukunya “ Islamization of Knowledge : General
Principles and Workplan (Islamisasi Pengetahuan)”, mengatakan : “Pada saat ini
mereka (Kaum Muslimin) mempunyai citra yang paling buruk”.
Karena
itu satu-satunya jalan yang dapat ditempuh untuk mengatasi krisis dunia modern
tersebut adalah dengan pengintegrasian ilmu pengetahuan dan ajaran agama.
B.
Sejarah
Pemisahan Ilmu dan Agama
Pada
mulanya agama Kristen di Barat merupakan agama yang tidak disukai dan
pemeluknya dikejar-kejar serta disiksa. Hal ini berjalan sampai ratusan tahun.
Tetapi setelah raja Roma Constantine memeluk agama Kristyen keadaan berubah
menjadi terbalik. Kini agama Kristen menjadi agama Negara dan agama yang berkuasa,
sehingga lama-kelamaan kekuasaa Paus dan pemuka-pemuka agama menjadi sedemikian
besarnya sampai para Raja di Barat tunduk kepada mereka.
Pada
suatu waktu Paus dan pemuka-pemuka agama itu membuat pula teori-teori ilmu
pengetahuan berdasarkan puncak pengetahuan manusia pada suatu masa, seperti
sejarah, ilmu bumio dan ilmu pengetahuan alam. Kemudian teori-teori ilmu
pengetahuan tersebut mereka sucikan, artinya tidak boleh dibantah oleh siapapun
dan dengan cara yang bagaimanapun. Siapa yang tidak mempercayainya dianggap
kafir. Padahal ilmu pengetahuan itu selalu berubah.karena itu akhirnya
terjadilah pertentangan antara pemuka agama dengan para ahli ilmu pengetahuan.
Untuk
mengatasi pertentangan tersebut, pemuka agama mengadakan mahkamah Gereja (in
quisisi), untuk mengadili orang-orang yang menurut kata-kata paus adalah
orangt-orang yang tidak percaya kepada Tuhan, orang-orang yang durhaka kepada
Tuhan. Mahkamah ini bekerja sangat intensif, dan sangat kejam, sehingga
orang-orang yang diadilinya mencapai jumlah 300.000 orang. 32.000 orang
diantaranya dihukum bakar hidup-hidup. Diantaranya terdapat dua orang ahli ilmu
pengetahuan yang terkenal, yaitu Bruno dan Galileo. Bruno mengatakan “ alam ini
banyak jumlahnya”, dan galileo mengatakan “bumi berputar di sekitar matahari.
Pendapat mereka ini bertentangan dengan pendapat gereja.
Sampai
di tahap ini para ahli ilmu pengetahuan sudah tidak sabar lagi lalu mereka
memberontak dan memerangi para pemuka agama, akhirnya mereka membenci segala
yang berhubungan dengan pemuka agama tersebut. Mula-mula mereka hanya memusuhi
agama Kristen, tetapi kemudian berkembang menjadi memusuhi semua agama. Lalu
timbullah peperangan antara para ahli
ilmu pengetahuan dengan para pemuka agama, dan selanjutnya berubah
menjadi peperangan antara ilmu pengetahuan dan agama.
Para
ahli ilmu pengetahuan memutuskan, bahwa agama dan ilmu pengetahuan adalah dua
hal yang tidak dapat diperdamaikan. Barang siapa yang menerima salah satunya
berarti menolak yang lainnya. Barang siapa yang percaya kepada salah satunya
berarti tidak percaya kepada yang lainnya. Semenjak itu berpisahlah ilmu dan
agama di negeri-negeri Barat sampai hari ini.
Di
Timur yang memisahkan ilmu dan agama adalah para ahli agama (ulama) sendiri.
Sejarahnya adalah begini : Islam adalah agama yang sangat mementingkan ilmu.
Ratusan ayat al-quran dan hadist nabi yang menyuruh menuntut ilmu, memuji orang
yang berilmu dan mencela orang yang bodoh. Orang yang berilmu amat tinggi
derajatnya (QS. Al-mujadalah : 11 dan QS. Fathir : 28), sedangkan orang yang
bodoh amat rendah derajatnya, lebih sesat dari hewan (QS. Al-A’raff : 179 dan
QS. Al-anfal : 22). Bahkan Allah menghendaki agar manusia mencari keterangan
atau bukti tentang adanya dengan ilmu tentang alam ( QS. Ali-Imran : 191).
Karena islam mengendaki kehidupan manusia yang makmur (QS. Hud : 61) dan bahgia
(QS. Ar-Ra’du : 29). Hal itu hanya bisa dicapai oleh manusia dengan ilmu dan
agama.
Pada
mulanya umat Islam memenuhi tuntutan agama itu dengan sebaik-baiknya. Mereka
cari ilmu kemana-mana, mereka terjemahkan buku-buku ilmu dari berbagai bangsa,
dan akhirnya mereka susun ilmu-ilmu baru. Merekalah yang menjadi pelopor ilmu
Al-jabar, ilmu Al-khemi, ilmu kedokteran, ilmu Al-falaq, ilmu musik dan
sebagainya.
Tetapi
kemudian mereka tertimpa juga oleh hukum kelaziman kebudayaan, yaitu akulturasi
atau mungkin karena kekurang hati-hatian mereka. Mereka telah memasukkan pula
kedalam ilmu-ilmu itu teori-teori yang bertentangan dengan ajaran islam,
seperti yang telah diuraikan oleh Imam Al-Ghazali dalam bukunya “ Tahafutul
Fulasifah”. Akibatnya terjadi pulalah pertentangan yang hebat di kalangan
ilmuwan Islam dan tokoh agama Islam.
Tokoh-tokoh
agama mengeluarkan fatwa-fatwa yang mengharamkan ilmu, terutama ilmu filsafat,
dan mengkafirkan orang yang mempelajari dan mengajarkannya. Bahkan orang-orang
yang mempelajari dan mengajarkan filsafat, ditangkap, dipenjarakan dan disiksa
serta buku-bukunya di bakar, seperti yang dialami oleh Abdus Salam bin Abdul
Qadir Al Bagdady yang dimasyurkan dengan sebutan Ar- Run dan Ibnu Rusydi.
Menurut
A. Hanafi MA, dalam bukunya, “Pengantar Filsafat Islam” fatwa yang begitu keras
dan menjadi pegangan yang penting bagi golongan ahlussunnah dalam hal ini
adalah fatwa Ibnus Sholeh, Ibnu Hazm, Al Ghazali, Ibnu Taimiyah dan Ibnu Qayyim
sebelumnya telah menyerang pula filsafat, tetapi pengaruhnya tidak sehebat
pengaruh fatwa Ibnu Sholeh.
Ketika
Ibnu Sholeh dimintai pendapatnya tentang hukum mempelajari dan mengajarkan ilmu
mantik, tentang pemakaian istilah-istilah ilmu mantik dalam menetapkan
hukum-hukum syara’ dan tentang tindakan apa yang harus diambil terhadap
orang-orang ahli filsafat yang menulis dan mengajar filsafat di sekolah-sekolah
umum, maka ia menjawab sebagai berikut : “ Filsafat adalah pokok kebodohan dan
penyelewengan, bahkan kebingungan dan kesesatan. Siapa yang berfilsafat maka
butalah hatinya dari kebaikan-kebaikan syari’ah yang suci, yang dikuatkan
dengan dalil-dalil yang lahir dan bukti-bukti yang jelas. Barang siapa yang
mempelajarinya, maka ia bertemankan kehinaan, tertutup dari kebenaran dan
terbujuk oleh syetan. Apakah ada ilmu lain yang lebih hina daripada ilmu yang
membutakan orang yang memilikinya dan menggelapkan hatinya dari sinar kenabian
Nabi kita? ”. “ Tentang mantik, maka ialah
jalan kepada filsafat , sedang jalan keburukan adalah keburukan pula.
Mempelajari filsafat atau mengajarkannya tidak termasuk perkara yang dibolehkan
oleh shahabat, tabiin, imam-imam mujtahidin, ulama-ulama salaf dan
anutan-anutan serta tokoh-tokoh umat, dimana Tuhan telah membersihkan mereka
dari kotoran-kotoran ilmu itu”.
“
Tentang pemakaian istilah-istilah ilmu mantik dalam hukum-hukum syara’ maka
termasuk kemunkaran, dan untungnya hukum-hukum syara’ tidak memerlukan mantik
sama sekali. Apa yang dikatakan oleh orang ahli logika tentang definisi dan
argumen-argumen untuk logika maka adalah omong kosong, dimana Tuhan telah
mencukupkan pengabdi-pengabdi ilmu syari’at yang benar fikirannya dari hal-hal
tersebut. Syari’at dan ilmu-ilmunya telah lengkap, dan para ulamanya telah mnyelami
lautan kebenaran dan ketelitian, dengan tidak ada mantik, filsafat ataupun
filosof-filosof.”
“
Barang siapa mengira bahwa mempelajari ilmu-ilmu mantik dan filsafat karena ada
faedah yang diperolehnya, maka ia telah dibujuk syetan dan ditipunya. Maka yang
wajib bagi penguasa adalah agar mereka menjauhkan keburukan-keburukan para
benalu tersebut. Dan mengeluarkan mereka dari sekolah-sekolah yang lebih wajib
lagi ialah memecat seorang guru sekolah yang dari ahli filsafat, mengajar dan
membacakannya pula, kemudiandipenjarakan dan disuruh menetap dirumahnya.”
Ibnus
Sholeh juga pernah ditanya tentang hukum syara’ mengenai orang yang mempelajari
Ibnu Sina dan karangan-karangannya, maka jawabnya : “ siapa yang berbuat
demikian, maka ia telah mengkhianati agamanya dan bisa terkena fitnah besar,
karena Ibnu Sina tidak termasuk ulama, melainkan ia termasuk syetan yang
berwujud manusia. Karena itu berkembanglah faham anti ilmu dikalangan umat
islam. Baru semenjak awal abad ke 20 ini umat Islam menyadari kembali akan
pentingnya ilmu bagi kehidupan manusia.
C.
Apa
Itu Ilmu
Umumnya
orang-orang mengira bahwa yang ada itu hanyalah apa yang dapat ditangkap oleh
pancaindera saja dan sumber ilmu adalah pengalaman, maka dalam perspektif
definisi tersebut diatas ilmu adalah pengenalan terhadap realitas obyek. yang
ada itu adalah obyek dan subyek serta sumber ilmu adalah pengalaman dan rasio.
Atau ilmu dalam sudut pandang ini adalah pengalaman yang dirasionalkan.
Menurut
Syahminan sumber ilmu dalam Islam ada tiga, yaitu Allah, alam dan agama Allah.
Definisi tersebut dalam kacamata penulis tidak memberikan definisi ilmu secara
utuh, karena tidak menjelaskan apapun mengenai ilmu tidak ada asumsi mengapa
ketiga hal tadi menjadi sumber ilmu. Lanjutnya, ilmu dalam perspektif Islam merupakan
integrasi yang mantap antara ilmu pengetahuan dan agama. Namun menurut penulis
ilmu tidak hanya dipahami sebagai seperangkat pengetahuan yang terintegrasi
atau begitu mudahnya kita mengataka berbagai spectrum pengetahuan bersumber
dari Islam. Tanpa kita mengetahui apa ilmu dan siapa ilmu.
Ketika
berbicara ilmu, maka mesti Nampak seperti apakah jenisnya, bentuknya, warnanya
dan lain sebagainya sehingga membentuk satu definisi utuh mengenai ilmu. Dalam
kajian ilmu yang penulis pahami, sumber ilmu adalah Al-Quran. Tidak ada satu
orang Islam pun yang membantah hal ini. Namun mesti dijelaskan AlQuran seperti
apakah yang menjadi ilmu pengetahuan. Maka, jawabannya adalah Pertama
AlQuran sebagaimana kita tahu, kita pegang saat ini. Yang merupakan bentuk fisik
yang bisa kita jelaskan dan pahami secara inderawi. Tetapi bicara AlQuran dalam
bentuk fisik yang kita pahami. Belum mampu menjelaskan ilmu pengetahuan secara
utuh. Karena keberanian seseorang untuk menafsirkan AlQuran berakibat pada
dorongan subyektivitas yang tidak bisa dihilangkan, Muhammad Baqir Ashshadr
memberikan sebuah ilustrasi bagaimana kita mampu memahami kerja keras para
ulama, sekuat apapu para ulama meyakinkan dirinya mengenai apa yang ia pahami
dan tafsirkan dari Alquran, maka celah keraguan tetap akan mengikuti dalam
segenap usahanya. Maka kita membentuhkan seorang petunjuk ilmu yang Allah
garansi, tidak ada celah kesalahan bahkan dosa sedikitpun. Maka hal inilah yang
kemudian menjadi asumsi kedua, yaitu AlQuranun Natiq, pertanyaannya
adalah siapa AlQuranun Natiq ini? tidak lain dan tidak bukan adalah AhlulBait
Rasulullah, pewaris ilmu Rasulullah, pelanjut proytek dakwah Rasulullah yang
sempurna, yang Allah abadikan nama mereka dalah AlQuran surat Al Ahzab Ayat 33.
Merekalah salah satu dari 2 warisan yang Rasulullah wasiatkan pada umatnya yang
keduanya tidak akan terpisah satu sama lain yaitu ALquran dan Ahlul bait
Rasulullah. Alquran adalah Alhaq dan Alhaq adalah AlQuran. Siapakah AlHaq
merakalah Ahlul Bait Rasulullah. Berkali-kali Allah sebutkan nama mereka
sebagai ulil mari, ulil albab, almuttaqin, ahladzdzikir. Dsb.
Maka,
berbicara sumber ilmu dalam dua definisi diatas menjadikan ilmu pengetahuan
dapat dipahami secara utuh, karena AlQuran adalah sumber petunjuk dan Ahlul
Bait adalah petunjuk AlQuran. Mereka menjadi petunjuk AlQuran bagi umat Islam
karena pengetahuan mereka yang sempurna mengenai Allah dan AlQuran.
D.
Mengapa
Harus Berilmu
Berikut
alasan-asalan yang dilontrkan oleh Syahminan mengenai mengapa manusia harus
berilmu. Yang terpenting diantaranaya adalah:
1.
Allah menghendaki agar segala sesuatu
yang hendak dikerjakan oleh manusia, haruslah berdasarkan ilmu pengetahuan.
Karena itu Allah melarang manusia mengerjakan sesuatu, yang mereka tidak
memahami sesuatu tersebut.
2.
Allah mengehndaki agar segala sesuatu
yang hendak diminta oleh manusia kepada-Nya. Mereka mengetahui secara sempurna
apa yang mereka minta.
3.
Allah menyatakan, bahwa Allah hanya akan
menerima amalan seseorang, jika ia memahami apa yang ia kerjakan.
4.
Islam mewajibkan umatNya untuk menuntut
ilmu. Sebagaimana sabda Nabi: “menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang”.
5.
Orang yang tidak berilmu lebih lebih
buruk dari binatang. Bahkan, dinyatakan sebagai seburuk-buruk hewan melata.
6.
Manusia adalah Khalifatu fil ardh.
7.
Setiap manusia secara sadar mengehndaki
dirinya senantiasa maju dan lebih maju lagi.
8.
Syetan adalah musuh yang nyata bagi
manusia, ia menggoda dengan berbagai cara, daya dan upaya.
9.
Manusia adalah makhluq yang
bertanggungjawab dengan sarana kelengkapan inderawi.
E.
Untuk
Apa Berilmu
Dari
uraian diatas, Syahmini menyimpulkan untuk apa ilmu itu bagi manusia, sebagai
berikut:
1.
Agar amal dan doa kita diterima Allah.
2.
Untuk mengangkat derajat manusia.
3.
Untuk dapat menyelesaikan tugas
kekhlaifahan di muka bumi.
4.
Mencapai kemajuan hidup.
5.
Untuk dapat mengalahkan musuh-musuh
mukmin.
6.
Untuk dapat mempertanggungjawabkan semua
nikmay Allah yang telah diterima manusia, semua aktivitas yang telah
dilakukannya. Semua ide, gagasan, ilmu dan teknologi yang dibuatnya dan semua
janji yang telah diikrarkannya, kepada Allah nanti di Akhirat.
F.
Bagaimana
Cara Berilmu
Ilmu
ialah mengenal Allah Ta’ala, manusia, dan alam dengan ilmu Allah Ta’ala yang
ada pada diri-Nya pada alam dan pada agama-Nya lewat panca indera, akal dan
hati. Pancaindera, akal, dan hati merupakan saran yang Allah Ta’ala berikan
untuk mempermudah kita berilmu. Cara untuk mengenal Allah Ta’ala, manusia, dan
alam dapat menggunakan metode deduksi dan induksi.
Mengenal
Allah Ta’ala dan mengenal manusia dapat menggunakan metode deduksi sebagai metode
yang utama. Cara pertama mengenal
Allah Ta’ala dapat dilakukan dengan mempelajari wahyu Allah Ta’ala yaitu
Al-Quran, dengan mempelajari ini kita bisa mengenal sifat-sifat Allah,
nama-nama Allah Ta’ala dan hubungan-Nya dengan makhluk-Nya. Cara kedua dapat dilakukan dengan mempelajari
alam secara mendalam dengan batuan dalil-dalil yang dikemukakan cendikiawan,
antara lain dalil cosmologi, astronomi, antropologi, psycologi, ontology,
teologi, inayah, ikhtira, moral, intuisi, dan gerak. Dengan mempelajari alam
kita kana tahu bahwa alam itu tidak hadir dengan sendirinya tetapi ada yang
menciptakan, yaitu Allah Yang Khaliq dan Rabb seluruh alam.
Setelah
mengenal Allah Ta’ala selanjutnya kita bahas cara mangenal manusia, manusia
adalah makhluk terbaik yang diciptakan Allah Ta’ala. Dalam buku Drs. H.
Syahminan Zaini (1989:25) Dr. Ir. Hidajat Nataatmadja mengatakan; ‘Manusia
sebagai subjek, sebagai makhluk spiritual, tidak bisa dipelajari dengan ilmu
obyejtif atau sains’. Kemudian baliau katakana lagi: ‘Tidak ada jalan lain
untuk mengenal diri (manusia), kecuali berplaing keajaran agama’. Dengan
demikian satu-satunya cara mengenal manusia adalah dengan mempelajari wahyu
Allah Ta’ala yang berhubungan dengan manusia itu. Cara mengenal alam yaitu
melalui Al-Quran dengan meneliti alam, memanfaatkannya, dan melestarikannya.
Tiga langkah yang ditawarkan Allah Ta’ala melalui Al-Quran merupakan indikator
seseorang mengenal alam.
G.
Ilmu
Yang Dikehendaki Islam
Ilmu tidak boleh dipisahkan dari amal,
perlu ada realisasinya. Setelah kita tahu bagaimana caranya berilmu maka semua
yang kita ketahui tidak hanya sampai pada tahu semata, begitulah ilmu yang
dikehendaki islam. Setiap ilmu yang kita pelajari harus bermanfaat untuk
kebaikan dan bisa mencegah terjadinya kemungkaran dan ini telah disampaikan
oleh Allah Ta’ala didalam surat cinta-Nya. Harus ada integritas antara ilmu
umum dan ilmu agama.
Ilmu tentang Allah Ta’ala yang telah
kita peroleh harus terwujud dengan terjalinya hubungan seorang manusia dengan
Tuhannya, hamba dengan Rabbnya, makhluk dengan Penciptanya. Jalinan hubungan
tersebut terwujud dalam keimanan dan ibadah. Dengan beriman terhadap eksistensi
Allah Ta’ala dalam kehidupan sehingga memunculkan keyakinan yang dan akan
mempengaruhi diri sehingga diwujudkan dalam bentuk ibadah. Ilmu tentang manusia
terwujud dalam bentuk dalam hubungan baik antara sesama manusia. Hubungan baik
tersebut dapat diwujudkan dalam kehidupan sosial, politik, ekonomi, hukum,
seni, budaya sehingga tercipta harmonisasi dala kehidupan bermsasyarakat.
Ilmu tentang alam terwujud dalam bentuk
penelitian, pemanfaatan, dan pelesterian terhadap alam. Untuk menjaga agar ilmu
dan pengetahuan tetap dalam rel-rel kebenaran maka diperlukan pedoman sebagai
rujukan. Pedoman yang dapat dijadikan rujukan setiap ilmu adalah Al-Quran.
BAB IV
PENUTUP
Krisis
modernitas yang terjadi pada saat ini merupakan akibat dari kesenjangan ilmu
pengetahuan dan agama. Pengetahuan dan agama sengaja dipisahkan, karena rasa
frustasi para ilmuwan barat yang menganggap lembaga-lembaga keagamaan tidak
mengakomodir perkembangan ilmu pengetahuan dan dogma-dogma gereja yang mereka
anggap menyesatkan, lebih jauh gereja bisa memvonis siapapun yang bersebrangan
pendapatnya sebagai orang sesat dan halal darahnya, sehingga tidak mengherankan
para ilmuwan barat pada masa itu banyak terkena vonis mati dari gereja. Dalam
pandangan penulis gereja telah melakukan upaya terlalu jauh sampai vonis yang
keluar dari batas kemanusiaan. disatu sisi berusaha sebagai lembaga pengadil
sampai-sampai mengadili para ilmuwan yang bersebrangan dengan vonis apapun
untuk menjaga status quo sebagai lembaga keagamaan tertinggi, tentu saja rasa
keadilan yang digunakan adalah keadilan hanya dalam sudut pandang gereja.
Disisi lain gereja pun, banyak melakukan penyimpangan, penimbunan harta (upeti
yang diambil dari masyarakat atas nama Tuhan bisa dilihat di gereja basilica
vatikan), penyimpangan seksual dan lain sebagainya.
Karenannya
menurut Syahminan, baik umat Islam maupun orang barat mestilah berilmu menurut
kehendak Allah, ia menegaskan umat Islam memikul dua kewajiban. Yaitu:
1.
Menjadikan diri mereka berilmu
sebagaimana yang dikehendaki Allah. Hal ini menyebabkan merombak sistematika
ajaran Islam yang sedang mereka pegangi dan system pendidikan yang mereka laksanakan.
Dalam hal ini penulis menilai para ilmuwan muslim sedikit demi sedikit mulai
meragukan ajaran Islam yang mereka yakini selama ini dan mereka pegang sebagai
pegangan hidup (way of life),
sebagian dari mereka menganggap ajaran Islam tidak lagi sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Siklus yang mereka hadapi bisa jadi sama dengan
apa yang dirasakan para ilmuwan barat pada era renasissance. Namun disisi
lain sebagian ilmuwan muslim pun merasa gerah dengan perkembangan ilmu
pengetahuan. Karena ilmu pengetahuan tidak menghasilkan peningkatan moralitas
dan religiusitas. Dalam perspektif penulis perkembangan ilmu pengetahuan mesti
berbanding positif dengan keimanan kita. Semakin berkembang ilmu pengetahuan
semakin dekat kita dengan kebenaran yang mutlak. Atau dalam arti lain
perkembangn ilmu pengetahuan mesti memiliki korelasi positif dengan kehidupan
akhirat kita nantinya. Semakin banyak orang berilmu semakin banyak orang yang
religious dalam arti sebenarnya.
2.
Umat Islam juga mesti menginformasikan
dan mempengaruhi orang barat dengan integrasi dan aplikasi ilmu yang menurut
kehendak Allah, sehingga ilmuwan barat tersadar mengaplikasikan ilmu yang
terintegrasi dengan agama.
Bagi
umat Islam tentu saja, mulai menyadari bahwa pengetahuan dalam Islam bersifat
holistic. Artinya selain berbicara hal-hal yangat duniawi juga ukhrawi.
Pengetahuan tersebut mesti menyadarkan kita tentang sumber ilmu yang tidak akan
pernah menyesatkan kita selama-lamanya, sebagaimana Nabi telah sabdakan: “aku
tinggalkan dua yang amat berharga yang jika kalian (umatku) pegang tidak akan
tersesat selama-lamanya, yaitu ALQuran dan itrah Ahlul Baitku”. Tidak ada
pilihan bagi kita selain menggali kebenaran ilmu dari dua pusaka yang nabi
tinggalkan. Dengannya kita akan semakin yakin dengan kebenaran Islam. Tidak
seperti saat ini seakan-akan abu dan sama dengan kebenaran dalam agama lain.
Hal-hal yang justru menjauhkan kita dari kebenaran yang hakiki.
Daftar Pustaka
Al-Qur'an
Mulyadhi Kartanegara. (2005). Integrasi
Ilmu Sebuah Rekontruksi Holistik. Jakarta. Arasy Mizan
Syahminan Zaini. (1989). Integrasi Ilmu
dan Aplikasinya Menurut Al-Qur’an. Jakarta. Kalam Mulia
0 comments:
Post a Comment