Saturday 7 April 2012

Haruskah Bersentuhan Dalam Sholat Berjama'ah

*Oleh Muhammad Fajrin Mustafa


Kebiasaan baik yang selalu dilakukan imam sholat sebelum dilakukan sholat berjamaah adalah meminta kepada jama'ah sholat untuk merapat dan meluruskan barisan sholat untuk kesempurnaan shilat berjama'ah. Tetapi sering penulis temukan beberapa jama'ah yang yang seolah-olah tidak mendengar perkataan imam, padahal tugas jama'ah adalah mengikuti imam keculi untuk perbuatan yang dibenci Alloh Ta'ala karena tidak ada ketaatan dalam kemaksiatan. Hal ini menarik, dalam realitas keserharian berkaitan dengan masalah ini sering terjadi kondisi yang unik ketika berusaha melestarikan sunnah, misalanya ketika seseorang (si Fulan A) berusaha untuk merapatkan dan meluruskan barisan dengan menyentuhkan kaki, betis dan bahu terhadap jama'ah lainnya (si fulan B) tetapi jama'ah tersebut menjauh dan berusaha untuk tidak tersentuh dengan jama'ah lainnya. hal ini aneh, apakah fulan B beranggapan bahwa pria disampingnya itu (fulan A) bukan mahromnya sehingga membatalkan wudhu jika bersentuhan atau fulan B belum tahu keutamaan merapatkan dan meluruskan barisan sholat. Bisa juga karena jama'ah tidak mengerti apa yang dikatakan imam sholat karena sering kali imam sholat hanya melafalkan perintah untuk merapatkan dan meluruskan barisan sholat dalam bahasa arab.

Anggapan pertama tentunya belum tepat untuk dijadikan alasan tidak melaksanakan sholat dalam sunnah, tetapi untuk anggapan kedua dan ketiga perlu untuk kita pertimbangkan karena pada dasarnya anggapan kedua dan ketiga berkaitan erat dengan pengetahuan kita dan itu akan kita bahas dalam kesempatan ini. Islam mengajarkan kita pada saat melaksanakan sholat berjama’ah untuk senantiasa meluruskan shaf dan menutup celahnya (merapatkannya). Hal tersebut berdasarkan hadits ‘Aisyah Radhiallahu ‘anha, dia bercerita : Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam bersabda : “Sesungguhnya Allah dan Para Malaikat-Nya bershalawat atas orang-orang yang menyambung barisan. Barang siapa menutupi kerenggangan (yang ada dalam barisan), niscaya dengannya Allah akan meninggikannya satu derajat.” (HR. Ibnu Majah,Ahmad, Ibnu Khuzaimah,Al-Hakim,  dinilai Shahih oleh Adz-Dzahabi dan al-Albani).

Dari Nu’man bin Basyir, ia berkata : Aku pernah mendengar Rasulullah Shollallahu’alayhi wa Sallam bersabda : “Hendaklah kamu benar-benar meluruskan shafmu, atau (kalau tidak;maka) Allah akan jadikan perselisihan di antaramu.” (Muttafaq ‘alayhi, Bukhari No. 717 dan Muslim No.436) Hadits ini juga telah diriwayatkan oleh Abu Dawud No. 552 dan Ahmad (IV:276) dan dishahihkan oleh al Albani dalam ash Shahihah no.32 secara lengkap, setelah membawakan hadits di atas, maka Nu’man bin Basyir radhiallahu ‘anhu berkata : “Maka saya (Nu’man bin Basyir) melihat seorang laki-laki (dari para Shahabat) menempelkan bahunya ke bahu yang ada disampingnya, dan lututnya dengan lutut yang ada disampingnya serta mata kakinya dengan mata kaki yang ada disampingnya).” Pernyataan Nu’man bin Basyir ini juga telah disebutkan oleh Imam Bukhari didalam kitab Shahihnya (II:447-Fat-hul Bari). Diriwayatkan pula Dari Ibnu Umar bahwasanya Rasulullah Shollallahu  ’alayhi wa Sallam telah bersabda: “Luruskanlah shaf-shafmu! Sejajarkan antara bahumu (dengan bahu saudaranya yang berada disamping kanan dan kiri), isilah bagian yang masih renggang, berlaku lembutlah terhadap tangan saudaramu (yang hendak mengisi kekosongan atau kelonggaran shaf), dan janganlah kamu biarkan kekosongan yang ada di shaf untuk diisi oleh setan. Dan barangsiapa yang menyambung shaf, pastilah Allah akan menyambungnya, sebaliknya barangsiapa yang memutuskan shaf; pastilah Allah akan memutuskannya. (Shahih. Abu Dawud no:666, dan telah dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah, al Hakim, Nawawi dan al Albani. Lihat : Fat-hul Bari (II:447) dan Shahihut Targhib Wat Tarbib no:492). Sehingga bengkoknya shaf akan mengakibatkan permusuhan dan pertentangan hati, kekurangan iman dan hilangnya kekhusyu’an. Sebagaimana lurusnya sebuah shaf termasuk (sebagian dari) kesempurnaan sholat, yang demikian itu diungkapkan  di dalam sabda Rasulullah shollallaahu ‘alayhi wa Sallam, “Karena lurusnya shaf itu sebagian dari kesempurnaan shalat.” (HR. Muslim).

Di dalam riwayat lain : “Karena lurusnya shaf itu sebagian dari baiknya sholat”(HR. Al-Bukhari & Muslim).
Ukhty, Para Shahabat Radhiallahu ‘anhum sangatlah memperhatikan masalah merapatkan dan meluruskan shaf ini. Diriwayatkan dari Umar bahwasanya ia menugasi beberapa orang laki-laki untuk merapikan shaf makmum, dan ia (Umar) tidak bertakbir untuk memulai sholatnya melainkan setelah dilaporkan oleh para petugasnya itu bahwa shaf telah rapi semua, begitulah juga diriwayatkan dari Ali dan ‘Utsman, bahwa keduanya dahulu biasa melakukan hal itu setiap sebelum memulai sholat, dan mereka berdua biasa berkata (sebelum memulai shalat); “Istawu (luruskan shafmu)” bahkan Ali berkata: “Wahai Fulan! Majulah,” (Dan berkata kepada yang lainnya:) ” Wahai fulan, mundurlah. (Lihat pula riwayat-riwayatnya di dalam kitab al Muwaththa’, Imam Malik : no. 234, 375, 376).

Mungkin masih banyak lagi hadits yang membahas bagaimana barisan dalam berjama'ah, tetapi dari hadis yang telah diuraiakan, ada beberapa hikmah yang bisa kita ambil. Hikmah pertama dari merapatkan dan meluruskan barisan sholat berjama'ah adalah untuk menunjukkan bahwa dihadapan Alloh Ta'ala semua manusia itu memiliki derajat yang sama kecuali bagi hambanya yang mau melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Al-Qur'an dan sunnah. Bagi hamba yang mau melaksanakan apa yang diamanatkan dalam Al-Qur'an dan sunnah Alloh Ta'ala menjanjikan kepada hamba-Nya untuk memberikan derajat yang lebih tinggi dari pada meraka yang tidak ta'at.

Hikmah yang kedua adalah tumbuhnya kebersamaa dalam jama'ah untuk mewujudkan persatuan ukhuwah islamiyah sehingga Islam menjadi kuat seperti keadaan pada masa para sahabat radiallohuanhumaajma'in. Dengan kuatnya ukhuwah makan akan terwujud kepedulian terhadap sesama, sehingga muncul sikap saling tolong menolong, saling mengharagai, saling menghormati, saling mengingatkan dalam kesabaran dan dalam ketaatan dan ini telah dicontohkan dalam persaudaraan muhajirin dan anshor yang rela membagi apa saja yang dimiliki untuk kesejahteraan orang lain.

Hikmah ketiga adalah Rasulullah Shollallahu ‘alayhi wa Sallam mengajarkan kita bahwa menyempurnakan ibadah itu tidak hanya kewajiban individu, tetapi setiap orang berkewajian untuk memperbaiki ibadah orang lain dengan cara memberi pemahaman, pengertian dan arahan yang baik agar kesempurnaan dalam ibadah dapat diperoleh bersama dan menjadi pendudukan surga juga berjama'ah. Barakallohufikum, hanya Alloh Ta'ala Yang Memiliki semua kebenaran dan semoga kita diberikan kemampuan untuk menjadi ahli hikmah, ahli ilmu, ahli ibdah, ahli Qur'an dan ahli surga.