Tuesday 3 April 2012


Jabat Tangan Sang Profesor
Oleh:
Muhammad Fajrin Musthafa


Terlihat dari kejauhan seseorang yang berjalan di selasar kampus melewati setiap ruang kelas perkuliahan dengan kesederhaan. Beliau berjalan dengan penuh keramahan terhadap setiap orang yang dilewatinya. Kulihat setiap kepala tertunduk hormat ketika berpapasan dengannya. Hatiku pun mulai berkata-kata -siapakah orang yang karismatik ini- beberapa deretan namapun mulai terpikir olehku dan satu nama sudah kupilih ketika orang tersebut mendekat dan berjalan kearahku."Tepat" kataku dalam hati, ternyata dia adalah Prof. Jayanti Oktariani, M.Si, M.Pd, Phd  beliau adalah direktur program pascasarjana tempatku kuliah saat ini. Selain sebagai Guru Besar, beliau adalah pembimbingku dalam menyelesaikan tesis, jadi kami sudah saling mengenal. Ketika Prof. Yanti -sapaan akrabnya- akan melewatiku, akupun sudah bersiap-siap untuk menyapanya dengan sapaan hangatku tetapi saat aku akan menyapanya Prof. Yanti mendahuluiku dengan uluran jabat tangan dengan sedikit membungkukkan badan yang diiringi dengan salam. "Selamat siang Bu Indri" sapanya tehdapku, "selamat siang Prof" jawabku,  sambil tangan kirinya mengusap-usap bahuku. Dengan keramahannya Prof. Yanti menanyakan kabarku "Apa kabar Bu Indri", " Baik. Prof bagaimana kabarnya? mudah-mudahan selalu dalam keadaan sehat ya Prof" balasku "Terimakasih, maaf Bu Indri saya duluan ya, sampai ketemu di kelas" Beliaupun berlalu berjalan menuju ruangannya.
Pertama kali aku bertemu Prof. Yanti, aku takjub sekali dan merasa bangga dengan kerhormatan, kesederhanaan dan keramahannya terhadapku. Tak terpikir sedikitpun olehku - Seorang yang terhormat dan berkedudukan seperti beliau mau melakukan hal yang luar biasa seperti itu padaku- bukannya ge er ya, aku merasakan perlakuan Prof. Yanti terhadapku adalah perlakuan khusus. Sepanjang penglihatanku, belum pernah aku melihat Prof. Yanti memperlakukan mahasiswanya sebagaimana beliau memperlakukan aku. Akupun mulai berpikir untuk menerka-nerka faktor penyebab perlakuan khusus beliau terhadapku -mungkin Prof. Yanti kasihan terhadapku karena dia tahu bahwa di kota ini aku hanya sebatang kara tanpa sanak saudara dan jauh dari orang tua -pikirku-  atau perlakuan ini merupakan bentuk apresiasi beliau terhadap semangat dan kerja kerasku dalam menyelesaikan studiku. Untuk memuaskan rasa penasaranku, akupun mulai berpikir bahwa yang Prof. Yanti lakukan terhadapku merupakan sikap yang selalu ditunjukkannya terhadap orang lain, karena memang seperti itulah beliau.
Waktupun berlalu sehingga aku mampu menyelesaikan studiku pada program Magister Manajemen SDM Pendidikan dengan mendapatkan predikat sebagai mahasiswa termuda dengan nilai terbaik pada tahun ini. Selama hampir dua tahun aku terus mendapatkan perlakuan yang luar biasa dari Prof. Yanti dan rasa penasaranku tentang faktor yang menyebabkan Prof.Yanti begitu baik padaku belum terjawabkan. Sikap dan sifat Prof. Yanti membuat aku teringat akan Papa. Papa adalah sumber inspirasiku yang mampu memberikan motivasi kepadaku melalui usaha-usaha yang dilakukannya agar anaknya sukses. Rangkaian-rangkaian kata yang keluar dari mulut Papa adalah nasehat untukku. Setiap saat Papa bersedia mendengarkan cerita-ceritaku dan cerita tentang Prof. Yanti merupakan salah satu cerita yang pasti akan kusampaikan pada Papa.
Dalam waktu senggangku kuobati rasa rinduku dengan mendengar suara Papa, kamipun saling bercerita melalui  telpon genggam. Papa menceritakan kesibukannya sekarang, bercerita tentang Mama, dan bercerita tentang dua orang adikku. Disela-sela pembicaraan kami, akupun teringat akan Prof. Yanti, kuceritakan kisah Prof. Yanti dari A sampai Z dan Papapun dengan senang dan antusiasnya mendengar ceritaku. Beliaupun berkata "Prof mu itu orang yang luar biasa neng -neng adalah panggilan manjaku- banyak-banyaklah belajar dari orang seperti beliau", "Pasti Pa jawabku" jawabku dengan patuh. Akupun teringat akan rasa penasaranku selama ini tentang Prof. Yanti, sehingga akupun menanyakannya "Pa..." panggil ku melalui telpon genggamku, "menurut Papa, apa yang menyebabkan Prof. Yanti memperlakukan Neng seperti itu? apakah menurut Papa itu hal yang biasa" tanyaku. Dengan penuh nilai pembelajaran dan kata bijak Papa pun menjawab "Neng...Prof mu itu sedang memberikan pembelajaran padamu, pembelajaran tentang bagaimana kita bersikap dalam menjalani kehidupan. Dalam sikap-sikapnya selama ini padamu terdapat sebuah pesan yang harus Neng pelajari dan Neng lakukan". "apa pesannya Pa?" desakku."Jika kamu nanti menjadi orang besar dengan kedudukan dan jabatan yang tinggi tunjukkan lah ketinggian jabatan dan kedudukan mu itu dengan kerendahan hati, kesederhanaan, keramahan terhadap orang lain.”
Sejenak aku terdiam ketika kata-kata itu terucap dari mulut Papa, untaian kata-kata itu seolah-olah  menampar wajahku yang sombong ini, hatiku terasa tertusuk-tusuk. Akupun tertunduk meneteskan air mata teringat akan keangkuhanku selama ini, teringat akan rasa banggaku terhadap gelar dan prestasi yang kudapat selama ini padahal aku belum melakukan sesuatu yang berarti ataupun berguna dengan gelar dan prestasi itu, teringat akan keangkuhanku selama ini yang dengan menganggap diri ini lebih pintar dari siapapun bahkan orang tuaku sendiri padahal kecerdasan merekalah yang membuatku bisa seperti sekarang ini, teringat akan ketingian hatiku yang menganggap bahwa aku melebihi siapapun padahal ada Zat Yang Maha Tinggi yang senantiasa memberikan kemudahan padaku dalam segala urusanku dan sikap  tinggi hatiku membuatku lupa besyukur kepada Ilahirabbi. Sejak saat itu akupun mulai menata hati dan pikiran untuk bisa menjadi lebih baik dengan memberikan banyak manfaat bagi orang lain. Akupun mulai membiasakan diriku dengan kesederhanaan, keramahan, dan kerendahan hati yang dislimuti lapisan nilai-nilai spiritual yang akan menjaga setiap tindak-tandukku.