Wednesday 23 May 2012
KEBANGKITAN NASIONAL SEBAGAI INTERPRETASI DARI KECERDASAN INTELEKTUAL, EMOSIONAL, DAN
SPIRITUAL
Oleh Muhammad
Fajrin Mustafa
Bandung, 18 Mei
2012
Kebangkitan Nasional yang diperingati pada tanggal 20 Mei
1908 merupakan cermin dari bangkitnya rasa, semangat, persatuan dan kesatuan,
nasionalisme, serta kesadaran untuk membebaskan diri dari jerat yang mengikat
yaitu penjajahan. Tentunya kebangkitan nasional tidak serta merta langsung menjadi
gerakan nasional, kebangkitan nasional merupakan reaksi yang diawali dari
kepedulian individu-individu yaitu Haji
Samanhudi, KH. Ahmad Dahlan, Dwijo Sewoyo, Sutomo, Ir. Soekarno, Dr. Cipto
Mangunkusumo, Ki Hajar Dewantara, Dowes Dekker, dan lain sebagainya dengan semangat
yang menggebu-gebu ingin Indonesia bersatu dengan rumusan Kebangkitan Nasional
menjadi pemersatu.
Ketika Kebangkitan Nasional dirasakan lebih mendalam maka
kita dapat menemukan kekuatan-kekuatan yang mampu menegakkan Kebangkitan
Nasional. Tidak mungkin terjadi Kebangkitan Nasional jika tidak didasarkan
kepada kecerdasan intelektual para tokoh bangsa, mereka merumuskan berbagai
cara untuk terbebasnya Indonesia dari jeratan penjajah. Kebangkitan nasional
juga merupakan bentuk dari kecerdasan emosional yang tercermin dengan
bangkitnya semangat dan rasa persatuan dan kesatuan nasional. Yang lebih mulia
lagi adalah, bahwa dalam Kebangkitan Nasional ada kecerdasan spiritual yang
meyakinkan bahwa Tuhan akan menolong dan merubah keadaan negara Indonesia jika
orang-orang dalam negara Indonesia mengupayakan perubahan kearah kebaikan.
Jelaslah sudah bahwa kebangkitan merupakan interpretasi dari kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual orang-orang yang
ingin melakukan perubahan kearah kebaikan.
Jika konsep Kebangkitan Nasional pada 20 Mei 1908 adalah
untuk kemerdekaan dari bentuk penjajahan maka konsep Kebangkitan Nasional pada
20 Mei 2012 adalah kemerdekaan dari kebodohan. Konsep ini merupakan bentuk
upaya dalam mengatasi rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia
dengan tetap mempertahankan konsep kebangkitan sebagai bentuk interpretasi dari
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual. Hal ini
sejalan dengan konsep pendidikan yaitu mengembangkan potensi
diri untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara
Permasalahan
yang dihadapai oleh bangsa Indoensia dalam membangunan bangsa adalah masalah
rendahnya kualitas SDM dan produktifitasnya. Apalagi setelah dimulainya era
globalisasi yang memaksa Indonesia harus mempersiapkan SDM nya agar tingkat
pengangguran dan kemiskinan tidak semakin tinggi.
Globalisasi yang pada dasarnya
merupakan rekayasa internasional telah menjadikan kehidupan manusia menjadi
begitu terbuka. Sebagai konsekuwensinya, hal ini menyebabkan semakin tajamnya
persaingan antar negara dan organisasi dalam merebut pasar, serta usaha
menghasilkan kinerja dan kualitas produk yang prima. Untuk ini semua, maka pada
gilirannya organisasi bisnis yang terlibat dalam persaingan itu akan menuntut
kualitas SDM yang tinggi dan bersaing.
Melihat
kondisi yang ada di era globalisasi, maka perlu dilakukan suatu usaha yang
dapat meningkatkan kualitas dan produktifitas SDM sehingga setiap sumber daya
dapat memperoleh pekerjaan yang layak dengan keterampilan dan pengetahuan yang
dimiliki sehingga terjamin kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat Indonesia.
Peningkatan kualitas SDM merupakan amanat dari GBHN tahun 1999-2004 bahwa
“Pembangunan ketenagakerjaan diarahkan pada peningkatan kompetensi dan
kemandirian tenaga kerja, peningkatan upah, penjamin kesejahteraan dan
kebebasan beserikat”. Seperti dikatakan diatas bahwa kualitas SDM merupakan
kunci dari keseluruhan ikhtiar manusia di segala bidang, termasuk untuk
menghadapi persaingan bisnis secara global. Oleh karena itulah, tepat sekali
jika GBHN menempatkan peningkatan kualitas SDM sebagai target.
Kualitas
SDM Indonesia saat ini, kalau dilihat secara kasus per kasus mungkin kita dapat
mengatakan bahwa kualitas SDM Indonesia kini cukup bersaing di kancah
internasional di beberapa bidang tertentu. Artinya SDM kita tidak kalah dengan
bangsa-bangsa lain, dan hasil karyanyapun dapat diandalkan.
Akan
tetapi, secara keseluruhan harus diakui bahwa kualitas dan kemampuan SDM
Indonesia relatif masih rendah. Rendahnya kualitas dan kemampuan SDM Indonesia
itu tercermin dari rendahnya produktivitas kerja, baik tingkatannya maupun
pertumbuhannya. Untuk keperluan usaha-usaha peningkatan kualitas SDM, perlu
dipikirkan lebih spesifik tentang apa dan bagaimana usaha untuk meningkatkan
kualitas SDM.
Berbicara
tentang kualitas SDM maka akan berkaitan dengan masalah relevansi pendidikan,
yang dari waktu ke waktu selalu menjadi tantangan, walau terus menerus
dilakukan usaha-usaha perbaikan. Satu diantara masalah pendidikan yang
berhubungan dengan relevansi adalah adanya ketidak sesuaian antara kebutuhan
masyarakat dan output pendidikan,
yang oleh Wardiman Djojonegoro dinyatakan bahwa "… adanya kecenderungan
bahwa isi program pendidikan dinilai cenderung berorientasi pada penguasaan
prestasi akademik untuk memasuki pada jenjang yang lebih tinggi dan belum
menata arah untuk secara lentur bergerak cepat sejalan dengan tuntutan dunia
kerja yang secara terus menerus berubah serta kehidupan di masyarakat".
Pendidikan
di Indonesia memiliki tiga bentuk program pendidikan dengan masing-masing
tujuan, tiga program tersebut adalah pendidkan vokasional, pendidikan profesi,
dan pendidikan akademik. Pendidikan vokasional merupakan penggabungan antara
teori dan praktik secara seimbang dengan orientasi pada kesiapan kerja
lulusannya. Kurikulum dalam pendidikan
vokasional, terkonsentrasi pada sistem
pembelajaran keahlian (apprenticeship of
learning) pada
kejuruan-kejuruan khusus (specific trades).
Kelebihan pendidikan vokasional,
antara lain adalah, peserta didik secara langsung dapat mengembangkan
keahliannya disesuaikan dengan kebutuhan lapangan atau bidang tugas yang akan
dihadapinya.
Berbeda dengan pendidikan vokasional, pendidikan profesi merupakan
program pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi
setelah program pendidikan sarjana
yang mempersiapkan peserta didik untuk memiliki
pekerjaan dengan persyaratan keahlian khusus. Lulusan pendidikan profesi akan
mendapatkan gelar profesi. Hampir sama dengan pendidikan vokasional,
pendidikan akademik berada pada jenjang pendidikan tinggi
yang diarahkan terutama pada penguasaan dan pengembangan disiplin ilmu
pengetahuan, teknologi, dan atau seni tertentu, yang mencakup program
pendidikan sarjana,
magister,
dan doktor.
Tujuan utama dari pendidikan akademik adalah pengusaan dan pengembangan ilmu
pengetahuan yang menuntut aktifitas khusus untuk penguasaan materi keilmuan.
Dilihat
dari ketiga program pendidikan tersebut, maka ketiga program tersebut memiliki
landasan kurikulum dan tujuan yang sejalan dengan Undang-undang Sistem
Pendidikan Nasional No.20/2005 yaitu mempersiapkan SDM yang memiliki kecerdasan
intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual, tetapi pada
kenyataannya masih terdapat output
pendidikan yang belum bisa bersaing dalam pasar tenaga kerja dengan bekal yang
diperoleh selama pendidikan. Fenomena ini tentunya dipicu okeh berbagai
permasalahan yang menggrogoti dunia pendidikan, dimulai dari permasalahan
struktural sampai kepada permasalahan operasional.
Rendahnya
kualitas SDM tidak hanya dipicu oleh rendahnya output pendidikan tetapi juga mahalnya biaya pendidikan, sehingga
ada ungkapan yang menyatakan “orang
miskin dilarang sekolah.” Untuk bisa bersekolah disekolah berkualitas
memerlukan biaya yang mahal dan ini terjadi pada sekolah negeri, apalagi
sekolah negeri yang berstandar internasional.
Penulis
membagi permasalahan SDM Indonesia menjadi tiga bagian yaitu kemiskinan,
tingkat pengangguran terbuka, dan kenakalan pejabat. Beberapa data BPS pada
September 2011 (Kadir Ruslan, 2011) menunjukkan bahwa penduduk Indonesia yang
miskin berjumlah 27,12 juta jiwa atau sekitar 10,28 persen dari total populasi.
Pada Juni 2011(www.kaskus), Indonesia berada pada urutan ketiga negara miskin
di Asi Tenggara. Artinya masih banyak penduduk Indonesia tidak dapat memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kualitas dirinya melalui pendidikan karena
keterbatas ekonomi yang dialami. Mereka terpaksa bekerja dengan kemapuan yang
dimiliki dan pendapatan seadanya. Jangan kan untuk mengenyam pendidikan sampai
pendidikan tinggi, sekolah dasar saja sudah kecil kemungkinannya.
Tingkat
Pengangguran Terbuka Indonesia (BPS 2011) untuk usia 15-29 tahun berjumlah
19,9%. Data ini memberikan gambaran kepada kita betapa minimnya lapangan kerja
yang siap memfasilitasi jumlah angkatan kerja yang ada dan ini adalah masalah
yang menimpa SDM yang berpendidikan. Masalah lain adalah praktek kenakalan yang
dilakukan para pejabat di Indonesia, Republika pada Mei 2011 mengklasifikasikan
kenakalan pejabat yang pernah terjadi sebagai berikut; Hakim berjumlah satu orang(1), duta besar(4), kepala lembaga dan
kementerian(6), komisioner (7), gubernur
(8), wali kota dan bupati (22), lain-lain (26), anggota DPR dan DPRD (43),
swasta (44), pejabat eselon (84).
Mengacu pada konsep Kebangkitan Nasional yang
merupakan interpretasi dari
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual maka
konsep ini juga bisa digunakan sebagai bentuk Kebangkitan Nasional dalam
mengatasi permasalahan SDM Indonesia saat ini. Jika permasalahan SDM Indonesia
dalam hal ini adalah permaslahan kinerja maka beberapa data penelitian yang
penulis peroleh menyatakan bahwa terdapat korelasi yang
positif antara kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosi terhadap kinerja David.
R. Caruso (dalam Fabiola, 2005:32). Secara khusus Marjolein Lips-Wierma (dalam
Fabiola, 2005:32) menyatakan bahwa kecerdasan spiritual (SQ) mempengaruhi
sesorang dalam tujuannya mengembangkan karir. Berkaitan dengan EQ, Ron Sims (dalam
Fabiola, 2005:32) menyatakan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan
antara bakat dan kemampuan untuk memperbaiki kualitas kecerdasan emosi
seseorang. Dari semua hasil penelitian
tersebut mengindikasikan bahwa permasalahan kualitas SDM berkaitan dengan kinerja,
sehingga cara untuk meningkatkan kinerja SDM adalah dengan meningkatkan
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual dengan cara pelatihan sebagai
upaya dalam mengembangkan keahlian sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan
lebih cepat dan lebih efektif, mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan
dapat diselesaikan secara rasional, dan untuk mengembangkan sikap, sehingga
dapat menimbulkan kemauan untuk bekerjasama yang dapat dilakukan dalam bentuk
peltihan formal ataupun mandiri.
Kecerdasan
dalam arti umum adalah suatu kemampuan umum yang membedakan kualitas orang yang
satu dengan orang yang lain. Kecerdasan intelektual (IQ) lazim disebut dengan
inteligensi yang tergambar dalam kemampuan individu untuk menghadapi tuntutan
kehidupan secara rasional. Jika
dikaitkan dengan usaha peningkatan kualitas SDM Indonesia maka pelatihan IQ ini
bisa dijadikan solusi. Dengan pelatihan IQ, individu dapat memiliki kemampuan
untuk menghadapi tuntutan hidup yang selalu berkembang. Jika peserta pelatihan
adalah SDM yang berprofesi sebagai pengangguran, maka mereka diberi pelatihan
dengan tujuan agar mereka memiliki keterampilan khusus, misalnya; keterampilan
menjahit, keterampilan mengemudi, keterampilan memasak dan sebagainya. Dengan
keterampilan yang diperoleh dari pelatihan, mereka akan bisa memperoleh
pekerjaan bahkan menciptakan lapangan kerja sendiri. Jika mereka adalah SDM
yang memiliki modal, maka pelatihan dapat berupa pelatihan kewirausahaan dengan
tujuan agar mereka memiliki keterampilan berwirausaha atau mengembangkan usaha
yang telah ada. Jika mereka adalah SDM yang berpendidikan, maka pelatihan dapat
berupa pelatihan yang dapat menambah wawasan dan keterampilan yang mereka punya
sebagai upaya untuk menyesuaikan dengan kemajuan dan tuntutan kerja. Misalnya;
pelatihan penggunaan teknologi, public
speaking atau hypnoteaching bagi
para guru dan dosen.
Kecerdasan
emosi (EQ) adalah kemampuan untuk merasakan emosi, menerima dan membangun emosi
dengan baik, memahami emosi dan pengetahuan emosional sehingga dapat
meningkatkan perkembangan emosi dan intelektual. Kecerdasan emosi ditandai
dengan self awareness, self management, motivasi, Empati (social awareness), dan Relationship management. Berkaitan
dengan upaya meningkatkan kualitas SDM dengan EQ maka, pelatihan EQ secara
formal ataupun mandiri bisa membangun SDM yang berkualitas.
Dengan
memasukkan konsep EQ didalam setiap
individu, maka idealnya SDM akan memiliki kecerdasan emosional yang baik.
Konsep EQ ini akan mengurangi tingkat
kriminalitas yang dipicu oleh tekanan ekonomi, misalnya; bunuh diri, merampok,
membunuh, minum minuman keras yang pada dasarnya merupakan bentuk kekesalan
karena berpendapatan rendah atau tidak memiliki pendapatan, biasanya ini
terjadi pada pengangguran dan korban PHK. Pada kondisi yang berbeda, EQ ini akan menambah rasa percaya diri
yang ada pada SDM sehingga ada keberanian dalam mengambil keputusan. Misalnya
keputusan untuk memilih pekerjaan, keputusn untuk berwirausaha, dan keputusan
menentukan kebijakan. Sosok yang memiliki rasa percaya diri yang proporsional
tentunya memiliki nilai lebih dalam dunia kerja dan biasanya orang yang percaya
diri memiliki nilai lebih disbanding mereka yang memiliki kemampuan.
Kecerdasan
Spiritual (SQ) sebagai rasa moral, kemampuan menyesuaikan aturan yang kaku
dibarengi dengan pemahaman dan cinta serta kemampuan setara untuk melihat batas
cinta dan pemahaman, juga memungkinkan bergulat dengan ihwal baik dan jahat,
membayangkan yang belum terjadi serta mengangkat dari kerendahan. Kecerdasan tersebut menempatkan
perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan mendalam, kecerdasan
untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup sesorang lebih bernilai dan
bermakna
Konsep
SQ akan baik untuk semua kalangan
dari setiap SDM yang ada di Indonesia. SQ
menekankan kepada tanggung jawab seseorang dengan Tuhan Yang Maha Esa dan
dengan manusia lainnya. Dengan SQ,
para pengangguran akan terpacu untuk mencari pekerjaan dan menciptakan lapangan
pekerjaan atas dasar perintah Tuhan Yang Maha Esa “Bekerjalah kamu, maka Allah
dan Rasulnya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu dan kamu akan
dikembalikan kepada (Allah) yang maha mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakanNya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan”
(QS.at-Taubah:105) Rasulullah juga menasehatkan agar manusia berusaha
memampukan dirinya dengan bekerja. Rasulullah mengajarkan bahwa mencari rizki
untuk memenuhi hajat hidup melalui kerja keras, jauh lebih baik daripada hidup
dengan menyandarkan diri pada orang lain. Diantara hadits Rasulullah saw
menyebutkan : “Tak seorang muslim pun yang menanam pohon atau hasil panen yang
dinikmati oleh burung ataupun manusia (ataupun makhluk lainnya), kecuali Allah
akan menganggapnya perbuatannya itu sebagai sedekah” (HR.Bukhari). Rasulullah
SAW menyatakan bahwasanya orang yang mencari nafkah hidupnya untuk dirinya
sendiri dan untuk saudaranya, lebih baik dari pada saudaranya yang tidak
bekerja meski telah beribadah sepanjang waktu.
SQ
juga akan mengarahkan manusia untuk menghindar dari merugikan orang lain,
misalnya kegiatan yang marak terjadi di Indonesia seperti korupsi yang nyatanya
dilakukan oleh SDM hanya cerdas secara intelektual. Dengan SQ manusia akan memiliki rasa takut untuk berbuat salah dan rasa
bersalah atas kerugian orang lain. SQ
akan meningkatkan rasa tanggung jawab dari SDM yang ada atas pekerjaan yang
diamanahkan padanya sebagai bentuk hubungan baik kepada Tuhan Yang Maha Esa dan
hubungan baik kepada sesama manusia.
Konsep Kebangkitan sebagai bentuk interpretasi dari
kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual tidak
akan terwujud secara nasional jika setiap indinvidu tidak perduli dengan
kebangkitan dirinya. Hal yang sama juga akan terjadi pada lembaga, sebuah
lembaga tidak akan bangkit untuk lebih baik jika individu yang didalamnya tidak
bergerak untuk bangkit membangun lembaganya. Ketika semua elemen perduli dengan
dirinya, perduli untuk membangun bangsanya maka saat itulah Kebangkitan
Nasional kan kembali terjadi.
*Penulis adalah Anggota Forum Lingkat Pena
Kalimantan Barat
Subscribe to:
Posts (Atom)