Friday 15 June 2012
Direktur ICU: Allah bersetubuh, Muhammad yang merasakan, Ali yang berbuat, Fathimah yang menerimanya (Astaghfirullah !)
Ukasyah
Sabtu, 11 Februari 2012 15:15:13
Sabtu, 11 Februari 2012 15:15:13
Koran Tribun Timur Makassar, Jum'at, 23 Januari 2009, menurunkan
artikel Supa Atha'na (Tokoh Syiah di Makassar dan Direktur Iranian
Corner Universitas Hasanuddin (ICU) Makassar) dalam tribun opini dengan
judul "Assikalaibineng, Refleksi Pemikiran Muslim Persia", di dalam
artikel itu Supa Atha'na ingin menegaskan bahwa orang persia punya peran
yang sangat besar dalam proses islamisasi di daerah-daerah yang bersuku
Bugis-Makassar, dia menyebutkan:
"Sementara disebutkan bahwa sayid Jamaluddin Kubra Al Husein adalah
kakek dari walisongo di tanah jawa, yang kelahiran samarkand, Persia
datang ke tanah Bugis, Tosara-Wajo, adapun tahun kedatangannya banyak
versi, tapi umumnya menyebutkan seputar tahun 1300-an. Bandingkan dengan
kedatangan datuk Ribandang, datuk Patimang dan Datuk Ditiro yang
disebut-sebut penyebar Islam di tanah Bugis-Makassar kedatangannya
sekira tahun 1600. Ada 300 tahun jarak di antara mereka."
Untuk menguatkan pernyataan itu ia mendatangkan bukti dengan
menyebutkan kutipan buku bacaan orang tua bugis makassar yang berjudul
"Assikalaibineng" yang di dalamnya tertulis "Allah Taala Mabberattemu
Muhamma' mappenedding Ali mappugau Patima ttarimai" namun parahnya dia
terjemahkan kosa kata bahasa bugis tadi secara terang-terangan dan ia
mengatakan:
"Allah Taala yang bersetubuh, Muhammad yang merasakan, Ali yang
berbuat, fatimah yang menerimanya.Antara Allah, Rasulullah, Ali dan
Fathimah adalah sebuah kemanunggalan atau dalam istilah tasawwuf
disebut Wahdatul Wujud. Pengertian sederhana wahdatul wujud adalah
bersatunya Tuhan dengan manusia yang telah mencapai hakiki atau
dipercaya telah suci.
Ada pun guru besar pertama konsep wahdatul wujud adalah Husain Ibn
Mansyur al Hallaj, yang kesohor dengan sebutan al Hallaj, sufi Persia
lahir pada 26 maret 866 M. konsep wahdatul wujud itu bersumber dan
berkembang dari tradisi pemikiran Islam Persia."
Di kantor LPPI Makassar ada buku yang berjudul "Assikalaibineng" yang
dia maksud, dan betul apa yang dia tulis dengan apa yang ada dalam buku
itu. namun yang perlu diketahui bahwa penulis buku itu tidak beraliran
Syiah, ia hanya mengutip dan mengumpul-ngumpulkan manuskrip-manuskrip
lontara yang menjadi bahan bacaan sebagai panduan berhubungan badan
suami-istri orang-orang tua zaman dulu Bugis-Makassar, karena dalam buku
itu juga disebutkan tentang Abu Bakar, Umar dan Utsman yang mereka
merupakan Khulafa' Rasyidun bersama dengan Ali bin Abi Thalib.
Penulis buku "Assikalaibening" tidaklah beraqidah Syiah yang dimana
dalam Aqidah Syiah 3 sahabat nabi (Abu Bakar, Umar dan Utsman) sangat
dibenci dan bahkan dikafirkan. Dan mungkin karena kurangnya ilmu agama
yang dimiliki sang penulis, banyak dalam buku itu praktek-praktek
hubungan badan dengan bentuk dan bacaan-bacaan yang aneh dan sama sekali
tidak diajarkan oleh agama Islam, bahkan hal yang sangat sensitif yang
berkaitan dengan aqidah-pun dia tidak seleksi dari manuskrip-manuskrip
lontara tadi.
Namun Supa Atha'na memanfaatkan keteledoran penulis buku untuk dia
dijadikan rujukan atas pernyataannya dari judul artikel yang dia tulis
"Assikalaibineng, Refleksi Pemikiran Muslim Persia", di akhir tulisan,
Supa Atha'na memberikan kesimpulan "Dengan pemaparan di atas maka
sebagai kesimpulan bahwa yang mengajarkan konsep Assikalaibineng adalah
muslim dari negeri persia"
Penjelasan Terhadap Aqidah Wahdatul Wujud, berikut kami kutipkan dari
tulisan Ustadz Muhammad Ashim bin Musthafa dari situs almanhaj.or.id
(http://almanhaj.or.id/content/2769/slash/0)
HAKIKAT KEYAKINAN WIHDATUL WUJUD DAN PELOPORNYA
Keyakinan wihdatul wujud, merupakan pemahaman ilhadiyah (kufriyah)
yang muncul setelah dipenuhi dengan keyakinan hulul. Yaitu, dalam
istilah Jawa disebut manunggaling kawula lan gusti. Artinya, bersatunya
makhluk dengan Tuhan, pada sebagian makhluk. Tidak ada keterpisahan
antara keduanya. Muaranya, segala yang ada merupakan penjelmaan Allah
Azza wa Jalla. Tidak ada wujud selain wujud Allah. Hingga akhirnya
berpandangan, tidak ada sesuatu pun di alam semesta ini, kecuali Allah.
Pemikiran sesat seperti ini, tidak lain kecuali berasal dari keyakinan
Budha dan kaum Majusi.[1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah menjelaskan, bahwa mereka
(orang-orang yang berkeyakinan dengan aqidah wihdatul wujud) telah
melakukan ilhad (penyimpangan) dalam tiga prinsip keimanan (iman kepada
Allah, RasulNya dan hari Akhirat). Menurut Syaikhul Islam, dalam masalah
iman kepada Allah, mereka menjadikan wujud makhluk merupakan wujud
Pencipta itu sendiri. Sebuah ta'thil (penghapusan sifat-sifat Allah)
yang sangat keterlaluan.[2]
Pemahaman seperti ini sungguh sangat nista dan kotor. Karena,
konsekwensinya berarti seluruh keburukan, binatang-binatang najis,
kejahatan, iblis, setan dan perihal buruk lainnya merupakan jelmaan
Allah. Maha Suci Allah dari perkataan orang-orang mujrimin (berbuat
kejelekan).
Keyakinan seperti inilah yang menjadi landasan aqidah Muhammad bin
‘Ali bin Muhammad bin ‘Arabi Abu Bakr al Hatimi. Dia lebih dikenal
dengan nama Ibnu ‘Arabi [3]. Lahir tahun 560 H di Andalusia dan
meninggal tahun 638 H. Menurut adz Dzahabi, ia (Ibnu 'Arabi) sebagai
kiblat orang-orang yang menganut paham aqidah wihdatul wujud [4]. Simak
dua bait syair yang tak pantas ini :
Tidaklah anjing dan babi kecuali sesembahan kami...Dan bukanlah Allah, kecuali seorang pendeta di gereja! [5]
Lebih jauh Syaikhul Islam menjelaskan bahwa, keyakinan seperti ini
diadopsi dari pemikiran para filosof, seperti Ibnu Sina dan lain-lain.
Yang kemudian dikemas dengan baju Islam melalui tasawuf. Kebanyakan
terdapat dalam kitab al Kutubul Madhnun biha ‘Ala Ghairi Ahliha.[6]
SYUBHAT SEPUTAR UNGKAPAN KUFUR IBNU ‘ARABI
Kitab Fushulul Hikam dan al Futuhat al Makkiyah, dua karya Ibnu
'Arabi yang sangat terkenal ini, sarat dengan perkataan-perkataan
tentang wihdatul wujud, penafian perbedaan antara Khaliq (Pencipta)
dengan makhlukNya, dan penetapan penyatuan antara keduanya. Sangat
jelas, dari dua buku ini, betapa rusak aqidah penulisnya dan orang-orang
yang mengikutinya.
Sebagai contoh, misalnya dalam sebuah penggalan syairnya, Ibnu 'Arabi berkata:
الْعَبْدُ رَبٌّ وَالرَّبُّ عَبْدٌ يَا لَيْتَ شِعْرِيْ مَنِ الْمُكَلَّفُ
Hamba adalah Rabb, dan Rabb merupakan hamba. Aku bingung, siapa gerangan yang menjadi mukallaf.
Ia juga mengatakan :
عَقَدَ الْخَلَائِقُ فِيْ الْإلِه عَقَائِدَ وَأَنَا اعْتَقَدْتُ جَمِيْعَ اعْتَقَدُوهُ
Semua makhluk berkeyakinan tentang ilah (sesembahan) dengan berbagai
keyakinan. Dan aku berkeyakinan (tentang ilah) dengan seluruh yang
mereka yakini itu.[7]
Begitu juga dengan perkataannya :
Dia menyanjungku, aku pun memujiNya. Dia menyembahku, dan aku pun menyembahNya.
Dalil yang ia catut untuk mendukung argumentasinya, yaitu firman Allah dalam an Nur/24 ayat 39 :
وو جد الله عنده
"Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya".
Juga dengan mengusung hadits palsu berikut :
مَنْ عَرَفَ نَفْسَهُ فَقَدْ عَرَفَ رَبَّهُ
"(Barangsiapa mengenal dirinya, sungguh ia telah mengenal Rabb-nya)".
Mengenai argumentasi yang dibawakan ini, Dr. Ghalib 'Awaji memberikan
komentar : "Ini merupakan istidlal (pengambilan dalil) yang sangat aneh
dan mungkar yang diucapkan oleh seseorang. Bagaimana mungkin mengatakan
al Qur`an dan Sunnah mengajak ilhad dan kekufuran kepada Allah? Oleh
karenanya, Ibnu Taimiyah mengatakan, kekufuran mereka lebih parah
daripada kekufuran Yahudi dan Nashara serta kaum musyrikin Arab” [9].
Adapun Ahlu Sunnah menetapkan, sebagaimana dikatakan Ibnul Abil ‘Izz
rahimahullah [10] : "Ahlu Sunnah bersepakat, tidak ada sesuatu pun
menyerupai Allah, baik pada dzatNya, sifatNya maupun af‘al
(perbuatan-perbuatan)Nya".
Mengenai keimanan kepada hari Akhir, Ibnu 'Arabi berpendapat, bahwa
penghuni neraka juga merasakan kenikmatan di neraka, sebagaimana yang
dinikmati oleh penghuni jannah di jannah. Karena adzab (yang berarti
siksaan), disebut demikian, lantaran kenikmatan rasanya ('udzubatu
tha'mihi, dari kata adzbun yang berarti lezat).
Sementara itu, tentang keimanan kepada para rasul, penganut wihdatul
wujud juga melakukan penodaan yang tidak ringan terhadap gelar terhormat
para rasul. Menurut mereka, penutup para wali Allah itu lebih berilmu
daripada penutup kenabian. Mereka berpendapat, para nabi -termasuk pula
Nabi Muhammad- mengambil ilmu dari celah wali terakhir.
Tentu, pendapat seperti ini, sangat jelas melanggar nash-nash agama
dan cara berpikir yang . Seperti sudah dimaklumi, orang yang datang di
akhir, ia akan mengambil manfaat dari orang yang berada di depannya.
Bukan sebaliknya. Dalam perspektif agama, wali Allah yang paling utama,
ialah orang-orang yang mengambil ilmu dari nabi yang mulia. Dan wali
Allah yang paling mulia dari umat ini adalah, orang-orang shalih yang
menyertai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Allah berfirman:
"Jika kamu berdua bertaubat kepada Allah, maka sesungguhnya hati
kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu
berdua bantu-membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah
Pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mu'min yang baik;
dan selain dari itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula". [at Tahrim/66 : 4].
Menurut kesepakatan para imam salaf dan khalaf, wali Allah yang
paling afdhal adalah Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu kemudian ‘Umar
Radhiyallahu 'anhu.
Berbeda dengan pandangan orang-orang mulhid tersebut (Ibnu Arabi
dkk), mereka lebih mengutamakan ahli filsafat ketimbang seorang nabi.
Ibnu ‘Arabi sendiri mengatakan : "Sesungguhnya penutup para wali
mengambil langsung dari piringan logam yang diambil oleh malaikat untuk
diwahyukan kepada nabi". Pernyataan ini sangat nampak pelanggarannya
terhadap al Kitab, as Sunnah dan Ijma'.[11]
MEREKA LEBIH BODOH DARI FIR'AUN [12]
Orang-orang yang mengklaim telah mencapai tingkatan tahqiq, ma'rifah,
dan wilayah yang memegangi aqidah wihdatul wujud, asal-muasal perkataan
mereka merujuk pernyataan Bathiniyah, dari kalangan kaum filosof,
Qaramithah dan semisalnya. Mereka sejenis dengan Fir'aun, namun lebih
bodoh darinya. Fir'aun, memang sangat keras pengingkarannya, tetapi
ternyata, ia tetap meyakini keberadaan Pembuat alam semesta (Allah) yang
berbeda dengan alam semesta. Fir'aun memperlihatkan pengingkaran, tidak
lain karena demi meraih kharisma, dan bermaksud menunjukkan jika
perkataan Musa sama sekali tidak ada hakikatnya. Lihat al Qur`an surat
al Mu'min/40 ayat 36-37.
Sedangkan penganut wihdatul wujud, meski meyakini adanya Pembuat alam
semesta ini, tetapi mereka tidak menetapkan wujudNya yang berbeda
dengan alam ini. Mereka berpendapat, wujudNya sama dengan wujud alam
semesta. Bahkan menjadikan Dia menyatu dengan alam semesta. Sungguh
suatu pandangan batil yang sangat menyimpang. Bagaimana mungkin al
Khaliq sama dengan makhlukNya dari segala sisi? Allah berfirman:
"… Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat". [asy Syura/42 : 11].
Al Imam ath Thahawi mengatakan: "Persangkaan-persangkaan tidak bisa
sampai kepada (hakikat)Nya. Pemahaman-pemahaman pun tidak akan mencapai
(hakikat)Nya". Ibnu Abil 'Izzi menambahkan pernyataan al Imam ath
Thahawi ini dalam syarahnya dengan mengatakan : "Dan Allah Ta'ala tidak
diketahui bagaimana dzatNya, kecuali Dia sendiri Subhanahu wa Ta'ala .
Kita mengenalNya hanyalah melalui sifat-sifatNya" [14]. Syaikhul Islam
juga mengatakan : “Aqidah yang dibawa para rasul dan yang termuat pada
kitab-kitab yang Allah turunkan, serta sudah menjadi kesepakatan Salaful
Ummah dan para tokohnya, yaitu penetapan pencipta yang berbeda dengan
ciptaannya, dan Dia berada di atasnya (ciptaanNya)”. [15]
Demikian ditinjau dari aspek agama (dalil). Sedangkan dari aspek aqli
(logika), sungguh tidak mungkin pencipta menyerupai yang dicipta.
Apalagi kalau semua makhluk adalah juga pencipta. Tentu sangat
mustahil.
PENGUSUNG AQIDAH WIHDATUL WUJUD LAINNYA
Selain Ibnu 'Arabi, ada beberapa tokoh yang ikut mengusung pemikiran
wihdatul wujud. Di antaranya adalah Ibnul Faridh. Dalam kumpulan
syairnya yang populer, yaitu Ta`iyyah, ia mengungkapkan hakikat
aqidahnya. Dia menyatakan dirinya sebagai mumatstsil kabir lillah
(penjelma Allah yang besar) dalam sifat dan perbuatanNya.
Abdul Qadir al Jili, penulis kitab al Insanul Kamil, guru Abdul Qadir
al Jailani. Dalam salah satu selorohannya, ia berkata : "Dan
sesungguhnya aku adalah Rabb bagi alam. Dan penguasa seluruh manusia itu
sebuah nama. Dan akulah orangnya".
Abu Hamid al Ghazali, dalam kitab Ihya` Ulumuddin, saat menjelaskan
maratibut tauhid (tingkatan-tingkatan tauhid) yang keempat, ia
mengatakan : "Tingkatan tidak melihat dalam alam ini kecuali satu wujud
saja".
Untuk menjawab kebingungan orang yang mempermasalahkan bagaimana bisa
dikatakan satu, padahal banyak hal yang terlihat dan berbeda-beda? Maka
ia menjawab: "Ketahuilah, itulah puncak mukasyafat dan rahasia-rahasia
ilmu. Tidak boleh dituangkan dalam sebuah kitab. Orang-orang yang arif
berkata,'Membeberkan rububiyah adalah kufur'.”
Jawaban ini mengandung tuduhan kepada Allah dalam menjelaskan aqidah,
karena secara implisit dari jawabannya berarti Allah belum
menerangkannya dengan sejelas-jelasnya, demikian juga Rasul Shallallahu
'alaihi wa sallam. tidak diketahui kecuali orang-orang yang sudah
mencapai tingkatan kasyf dalam wacana sufi. [16]
Jalaluddin ar Rumi, penyair dari Persia (Iran) ini, dalam kumpulan
puisinya yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Arab, ia mengatakan: [17]
Bila di dunia ini ada orang mukmin, orang kafir atau pendeta
Nashrani, maka aku adalah dia. Aku hanya punya satu tempat ibadah, baik
itu masjid, gereja ataupun candi.
WIHDATUL AD-YAN (PENYATUAN AGAMA-AGAMA) SALAH SATU KONSEKWENSI DARI WIHDATUL WUJUD
Dengan pemikiran yang telah dipaparkan di atas, keyakinan Wihdatul
Wujud, juga melahirkan wacana, yang kini telah digagas para pengekornya,
yaitu usaha untuk mempersatukan agama-agama. Sebuah anggapan bahwa
semua agama adalah benar, memiliki tujuan yang sama. Yaitu menyembah
tuhan yang sama, hanya berbeda dalam cara. Pandangan sesat seperti ini,
tidak diragukan lagi merupakan kekufuran yang sangat nyata.[18]
Tak ayal, pemikiran ini mendapat sambutan yang sangat luar biasa dari
kalangan Orientalis dan musuh-musuh Islam lainnya. Karena, pada
gilirannya berarti semua keyakinan adalah benar, tidak ada perbedaan
antar-manusia. Seluruh agama kembali kepada satu keyakinan, karena
semuanya jelmaan dari Tuhan.
Dikatakan oleh Allen Nicholson, diantara konsekwensi pemikiran
wihdatul wujud, yaitu pernyataan mereka tentang kebenaran semua aqidah
dalam agama-agama, apapun bentuknya.
Lebih jauh ia mengatakan : "Sebenarnya al Ghazali lebih toleran
terhadap sebagian sufi Wihdatul Wujud, semisal Ibnu ‘Arabi dan
lain-lainnya dari kalangan sekte sufi yang menjadi kawan-kawan kami
dalam agama liberal itu, dengan seluruh maknanya”.[19]
Sudah pasti Islam berlepas diri dari pemikiran yang sangat menyimpang
ini. Pemikiran ini telah mencampur-adukkan antara yang benar dan batil.
Sehingga dapat menyebabkan hilangnya identitas kaum Muslimin,
meninggalkan amar ma’ruf nahi mungkar, dan jihad di jalan Allah.
Oleh karena itu, kaum Orientalis memberikan perhatian yang besar
terhadap keyakinan rusak ini. Yaitu dengan lebih memperdalam mengkaji
tentang tashawwuf. Karena, tashawwuf ini mendukung sebagian tujuan
mereka. yakni untuk melupakan kaum Muslimin dengan ajaranya, dan juga
unutk memecah-belah kaum Muslimin. Dengan pemikiran Wihdatul Wujud,
orang-orang Orientalis merasa memiliki sarana yang tepat untuk
menyebarkan berbagai kekufuran.
KISAH ORANG YANG BERTAUBAT DARI AQIDAH IBNU 'ARABI
Ibnu Taimiyah rahimahullah mengisahkan : Ada seseorang yang tsiqah
(terpercaya) telah bertaubat dari mereka. Ketika ia mengetahui
rahasia-rahasia mereka, maka ada (penganut wihdatul wujud) yang
membacakan buku Fushul Hikam karya Ibnu ‘Arabi.
Orang yang tsiqah ini berkata : “Bukankah ini menyelisihi al Qur`an”.
Orang itu menjawab,"Memang al Qur`an semuanya berisi kesyirikan. Tauhid hanya ada pada pernyataan kami saja,”
Maka ia (orang yang tsiqah ini) kembali bertanya : “Kalau semua itu
sama saja, mengapa putrimu diharamkan atasku, sementara istriku halal
untukku?”.
Orang itu menjawab,"Dalam pandangan kami, tidak ada bedanya antara
istri dan anak perempuan. Semua halal (untuk dinikmati).” [20]
Itulah sekilas tentang pemikiran Wihdatul Wujud. Masih banyak
fakta-fakta sesat lainnya yang dilakukan oleh tokoh-tokoh pemikir ini.
Bisa dijumpai dalam kitab-kitab yang mengkritisi alirah tashawwuf secara
umum. Sebagian sudah ada yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia.
Tema ini diketengahkan, supaya seorang muslim sadar dan berhati-hati
terhadap aqidah yang sesat ini.
Wallahul hadi ila shirathil mustaqim.
Maraji :
- - Ar Risalah ash Shafadiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (728 H), tahqiq Abu Abdillah Sayyid bin 'Abbas al Hulaimi dan Abu Mu'adz Aiman bin 'Arif ad Dimasyqi, Adhwau as salaf, Riyadh, Cetakan I, Th. 1423H.
- - Bayanu Mauqifi Ibnil Qayyim min Ba’dhil Firaq, Dr. ‘Awwad bin Abdullah al Mu’tiq, Maktabah ar Rusyd, Riyadh, Cetakan, III, Th. 1419H.
- - Da’watut-Taqribi Bainal Ad-yan, Dr. Ahmad bin Abdir Rahman bin ‘Utsman al Qadhi, Darul Ibnil Jauzi, Dammam, Cetakan I, Th. 1422H.
- - Firaq Mu’ashirah Tantasibu Ilal Islam, Dr. Ghalib ‘Awaji. Al Maktabah al 'Ashriyyah adz Dzahabiyyah Jeddah. Cet. V. Th. 1426 H – 2005 M.
- - Hadzihi Hiyash Shufiyah, Abdur Rahman al Wakil, tanpa penerbit dan tahun.
- - Syarhul ‘Aqidatith-Thahawiyah, ‘Allamah Ibnu Abil ‘Izz al Hanafi, tahqiq sejumlah ulama, takhrij Syaikh al Albani, al Maktabul Islami, Beirut, Cetakan IX, Th. 1408H.
[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi (07-08)/Tahun X/1427/2006M.
Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8
Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Firaq Mu'ashirah, halaman 994.
[2]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 247.
[3]. Agar tidak timbul salah persepsi, perlu dibedakan antara Ibnu ‘Arabi dengan Ibnul 'Arabi. Nama yang kedua diawali dengan alif lam ta'rif (Ibnu al 'Arabi). Beliau adalah seorang ulama Malikiyah yang terkenal, dengan nama lengkap Abu Bakr Muhammad bin 'Abdillah t (468-543 H). Di antara karyanya, Ahkamul Qur`an.
[4]. Dinukil dari Da’watut Taqrib, 1/339.
[5]. Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 64.
[6]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 265. Kitab tersebut milik al Ghazali.
[7]. Fushushul Hikam, halaman 345. Dinukil dari Da’watut Taqrib, 1/386.
[8]. Al Fushush, halaman 83. Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah hlm. 43.
[9]. Firaq Mu'ashirah 3/994
[10]. Syarhul ‘Aqidatit-Thahawiyah, halaman 98.
[11]. Ar Risalah ash Shafadiyah, 251.
[12]. Ar Risalah ash Shafadiyah, Ibnu Taimiyah, 262.
[13]. Maqamat (tingkatan-tingkatan religi) dalam perspektif kaum Sufi.
[14]. Syarhul ‘Aqitatith-Thahawiyah, halaman 117.
[15]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 263.
[16]. Firaq Mu’ashirah Tantasibu Ilal Islam, 3/1002. Penulis kitab ini menukil keterangan Syaikh Abdur Rahman al Wakil perihal taubat al Ghazali yang berbunyi : “As Subki berupaya membebaskan peran al Ghazali (dalam aqidah ini) dengan dalihnya, bahwa ia (al Ghazali) menyibukkan diri dengan al Kitab dan as Sunnah di akhir hayatnya. Namun demikian, kaum Muslimin harus tetap diperingatkan dari warisan-warisan pemikiran al Ghazali yang terdapat pada kitab-kitab karyanya". Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 52. Pembahasan tentang Imam al Ghazali, pernah kami angkat pada edisi 7/Th. VI/1423H/2002M.
[17]. Dinukil dari Da’watut Taqrib (1/388-389).
[18]. Lihat Mauqifu Ibnil Qayyim, halaman 141; Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 93; Da’watut Taqrib, 1/381-405.
[19]. Fit Tashawuf al Islami, Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah, 50.
[20]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 247.
Footnote
[1]. Firaq Mu'ashirah, halaman 994.
[2]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 247.
[3]. Agar tidak timbul salah persepsi, perlu dibedakan antara Ibnu ‘Arabi dengan Ibnul 'Arabi. Nama yang kedua diawali dengan alif lam ta'rif (Ibnu al 'Arabi). Beliau adalah seorang ulama Malikiyah yang terkenal, dengan nama lengkap Abu Bakr Muhammad bin 'Abdillah t (468-543 H). Di antara karyanya, Ahkamul Qur`an.
[4]. Dinukil dari Da’watut Taqrib, 1/339.
[5]. Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 64.
[6]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 265. Kitab tersebut milik al Ghazali.
[7]. Fushushul Hikam, halaman 345. Dinukil dari Da’watut Taqrib, 1/386.
[8]. Al Fushush, halaman 83. Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah hlm. 43.
[9]. Firaq Mu'ashirah 3/994
[10]. Syarhul ‘Aqidatit-Thahawiyah, halaman 98.
[11]. Ar Risalah ash Shafadiyah, 251.
[12]. Ar Risalah ash Shafadiyah, Ibnu Taimiyah, 262.
[13]. Maqamat (tingkatan-tingkatan religi) dalam perspektif kaum Sufi.
[14]. Syarhul ‘Aqitatith-Thahawiyah, halaman 117.
[15]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 263.
[16]. Firaq Mu’ashirah Tantasibu Ilal Islam, 3/1002. Penulis kitab ini menukil keterangan Syaikh Abdur Rahman al Wakil perihal taubat al Ghazali yang berbunyi : “As Subki berupaya membebaskan peran al Ghazali (dalam aqidah ini) dengan dalihnya, bahwa ia (al Ghazali) menyibukkan diri dengan al Kitab dan as Sunnah di akhir hayatnya. Namun demikian, kaum Muslimin harus tetap diperingatkan dari warisan-warisan pemikiran al Ghazali yang terdapat pada kitab-kitab karyanya". Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 52. Pembahasan tentang Imam al Ghazali, pernah kami angkat pada edisi 7/Th. VI/1423H/2002M.
[17]. Dinukil dari Da’watut Taqrib (1/388-389).
[18]. Lihat Mauqifu Ibnil Qayyim, halaman 141; Hadzihi Hiyash Shufiyah, halaman 93; Da’watut Taqrib, 1/381-405.
[19]. Fit Tashawuf al Islami, Dinukil dari Hadzihi Hiyash Shufiyah, 50.
[20]. Ar Risalah ash Shafadiyah, halaman 247.
Sumber: http://arrahmah.com/read/2012/02/11/17982-direktur-icu-allah-bersetubuh-muhammad-yang-merasakan-ali-yang-berbuat-fathimah-yang-menerimanya-astaghfirullah.html
Tuesday 12 June 2012
Siapakah Abdul Qadir Al-Jailani?
Tahukah anda siapa itu Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani?
Ya, semua orang tahu siapa itu Abdul Qadir Jailani. Mulai dari anak-anak kecil sampai orang-orang tua pun tahu tentang Abdul Qadir Jailani, sampai para tukang becak pun tahu akan siapa tokoh ini. Sampai-sampai jika ada orang yang bernama Abdul Qadir, maka orang akan mudah menghafal namanya disebabkan namanya ada kesamaan dengan nama Abdul Qadir Jailani. Yang jelas, selama orangnya muslim, pasti tahu siapa itu Abdul Qadir Jailany. Ya minimal namanya.
Jika nama Abdul Qadir disebut atau didengarkan oleh sebagian orang, niscaya akan terbayang suatu hal berupa kesholehan, dan segala karomah, serta keajaiban yang dimiliki oleh beliau menurut mereka.Orang-orang tersebut akan membayangkan Abdul Qadir Jailani itu bisa terbang di atas udara, berjalan di atas laut tanpa menggunakan seseuatu apapun, mengatur cuaca, mengembalikan ruh ke jasad orang, mengeluarkan uang di balik jubahnya, menolong perahu yang akan tenggelam, menghidupkan orang mati dan lain sebagainya.
Apakah semua itu betul, ataukah semua itu hanyalah karangan dan kedustaan dari para qashshash (pendongeng) yang bodoh?
Berikut sedikit keterangan mengenai siapakah Abdul Qadir Al-Jailani.
(Nama lengkap beliau)
Seorang ahli sejarah Islam, Ibnul Imad menyebutkan tentang nama dan masa hidup Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany: “Pada tahun 561 H hiduplah Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan bin Al-Mutsanna bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailany”. (Lihat Syadzarat Adz-Dzahab (4/198) oleh Ibnul Imad Al-Hanbaly)
(Tempat kelahiran beliau)
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany adalah salah seorang ulama ahlusunnah yang berasal dari negeri Jailan. Kepada negeri inilah beliau dinasabkan sehingga disebut “Al-Jailany”, artinya seorang yang berasal dari negeri Jailan.Jailan merupakan nama bagi beberapa daerah yang terletak di belakang Negeri Thobaristan. Tidak ada satu kota pun terdapat di negeri Jailan kecuali ia hanya merupakan bentuk perkampungan yang terletak pada daerah tropis di sekitar pegunungan. (Lihat Mu’jam Al-Buldan (4/13-16) Oleh Abu Abdillah Yaqut bin Abdillah Al-Hamawy)
(Komentar para ulama tentang beliau)
Para ulama memberikan pujian kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany termasuk orang yang berpegang-teguh dengan sunnah dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, Qodar, dan semisalnya, bersungguh-sungguh dalam membantah orang yang menyelisihi perkara tersebut. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany berkata dalam kitabnya Al-Ghun-yah yang masyhur: [Allah berada di bagian atas langit, bersemayam di atas Arsy, menguasai kerajaan, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, kepada-Nya lah naik kata-kata yang baik dan amalan sholeh diangkatnya. Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, lalu urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kalian.Tidak boleh Allah disifatkan bahwa Dia ada di segala tempat. Bahkan Dia di atas langit, di atas Arsy sebagaimana Allah berfirman, "Ar-Rahman (Allah) tinggi di atas Arsy".
Kitab Al-Ghun-yah di atas, judul lengkapnya adalah: "Ghun-yah Ath-Tholibin" sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Azhim Abadi dalam Aunul Ma'bud (3/300), dan Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7/430)
Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah berkata, "Kami masuk Baghdad tahun 561 H. Ternyata Syaikh Abdul Qadir termasuk orang yang mencapai puncak kepemimpinan dalam ilmu , harta, fatwa dan amal disana. Penuntut ilmu tidak perlu lagi menuju kepada yang lainnya karena banyaknya ilmu, kesabaran terhadap penuntut ilmu, dan kelapangan dada pada diri beliau. Orangnya berpandangan jauh. Beliau telah mengumpulkan sifat-sifat yang bagus, dan keadaan yang agung. Saya tak melihat ada orang yang seperti beliau setelahnya.” (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab.)
(Kehebatan-kehebartan yang dinisbatkan kepada beliau)
Adapun khurafat yang biasa dinisbahkan kepada beliau sebagaimana yang telah kami sebutkan contohnya di atas, maka Al-Hafizh Ibnu Rajab Rahimahullah berkata: "Akan tetapi Al-Muqri' Abul Hasan Asy-Syanthufi Al-Mishri telah mengumpulkan berita-berita, dan keistimewaan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany sebanyak tiga jilid. Ia telah menulis di dalamnya suatu musibah, dan cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta jika ia menceritakan segala yang ia dengar. …. Di dalamnya terdapat keanehan, malapetaka, pengakuan dusta, dan ucapan batil, yang tak bisa lagi dihitung. Semua itu tak bisa dinisbahkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany rahimahullah. Kemudian saya mendapatkan Al-Kamal Ja'far Al-Adfawy telah menyebutkan bahwa Asy-Syanthufi sendiri tertuduh dusta dalam berita yang ia riwayatkan dalam kitab ini.” (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab.)
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: " Mereka telah menyebutkan dari beliau (Abdul Qadir Al-Jailany) ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, pengungkapan urusan gaib, yang kebanyakannya adalah ghuluw (sikap berlebih-lebihan). Beliau orangnya sholeh dan wara'. Beliau telah menulis kitab Al-Ghun-yah, dan Futuh Al-Ghaib. Dalam kedua kitab ini terdapat beberapa perkara yang baik, dan ia juga menyebutkan di dalamnya hadits-hadits dha'if, dan palsu. Secara global, ia termasuk di antara pemimpin para masyayikh (orang-orang yang berilmu)". (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (12/252) oleh Ibnu Katsir)
Kesimpulannya:
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama ahlussunnah wal jamaah, salafi. Mempunyai karya-karya ilmiah di antaranya kitab Al-Ghun-yah dalam masalah tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat, yang di dalamnya beliau menjelaskan tentang akidah ahlussunnah. Sebagian ulama belakangan menyebutkan bahwa memang beliau mempunyai beberapa karamah, hanya saja sebagian orang-orang jahil lagi ghuluw kepada beliau terlalu memperbesar-besar kejadiannya dan banyak menambah kisah-kisah palsu lagi dusta lalu menyandarkannya kepada beliau -rahimahullah-.
Wallahu a’lam bishshawab
http://www.al-karawanjy.blogspot.com/2011/12/siapakah-abdul-qadir-al-jailani.html
Tahukah anda siapa itu Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani?
Ya, semua orang tahu siapa itu Abdul Qadir Jailani. Mulai dari anak-anak kecil sampai orang-orang tua pun tahu tentang Abdul Qadir Jailani, sampai para tukang becak pun tahu akan siapa tokoh ini. Sampai-sampai jika ada orang yang bernama Abdul Qadir, maka orang akan mudah menghafal namanya disebabkan namanya ada kesamaan dengan nama Abdul Qadir Jailani. Yang jelas, selama orangnya muslim, pasti tahu siapa itu Abdul Qadir Jailany. Ya minimal namanya.
Jika nama Abdul Qadir disebut atau didengarkan oleh sebagian orang, niscaya akan terbayang suatu hal berupa kesholehan, dan segala karomah, serta keajaiban yang dimiliki oleh beliau menurut mereka.Orang-orang tersebut akan membayangkan Abdul Qadir Jailani itu bisa terbang di atas udara, berjalan di atas laut tanpa menggunakan seseuatu apapun, mengatur cuaca, mengembalikan ruh ke jasad orang, mengeluarkan uang di balik jubahnya, menolong perahu yang akan tenggelam, menghidupkan orang mati dan lain sebagainya.
Apakah semua itu betul, ataukah semua itu hanyalah karangan dan kedustaan dari para qashshash (pendongeng) yang bodoh?
Berikut sedikit keterangan mengenai siapakah Abdul Qadir Al-Jailani.
(Nama lengkap beliau)
Seorang ahli sejarah Islam, Ibnul Imad menyebutkan tentang nama dan masa hidup Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany: “Pada tahun 561 H hiduplah Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Abi Sholeh bin Janaky Dausat bin Abi Abdillah Abdullah bin Yahya bin Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Huzy bin Abdullah Al-Himsh bin Al-Hasan bin Al-Mutsanna bin Al-Hasan bin Ali bin Abi Tholib Al-Jailany”. (Lihat Syadzarat Adz-Dzahab (4/198) oleh Ibnul Imad Al-Hanbaly)
(Tempat kelahiran beliau)
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany adalah salah seorang ulama ahlusunnah yang berasal dari negeri Jailan. Kepada negeri inilah beliau dinasabkan sehingga disebut “Al-Jailany”, artinya seorang yang berasal dari negeri Jailan.Jailan merupakan nama bagi beberapa daerah yang terletak di belakang Negeri Thobaristan. Tidak ada satu kota pun terdapat di negeri Jailan kecuali ia hanya merupakan bentuk perkampungan yang terletak pada daerah tropis di sekitar pegunungan. (Lihat Mu’jam Al-Buldan (4/13-16) Oleh Abu Abdillah Yaqut bin Abdillah Al-Hamawy)
(Komentar para ulama tentang beliau)
Para ulama memberikan pujian kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, “Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany termasuk orang yang berpegang-teguh dengan sunnah dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan sifat-sifat Allah, Qodar, dan semisalnya, bersungguh-sungguh dalam membantah orang yang menyelisihi perkara tersebut. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany berkata dalam kitabnya Al-Ghun-yah yang masyhur: [Allah berada di bagian atas langit, bersemayam di atas Arsy, menguasai kerajaan, ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, kepada-Nya lah naik kata-kata yang baik dan amalan sholeh diangkatnya. Dia mengatur segala urusan dari langit ke bumi, lalu urusan itu naik kepada-Nya dalam satu hari yang sama dengan seribu tahun menurut perhitungan kalian.Tidak boleh Allah disifatkan bahwa Dia ada di segala tempat. Bahkan Dia di atas langit, di atas Arsy sebagaimana Allah berfirman, "Ar-Rahman (Allah) tinggi di atas Arsy".
Kitab Al-Ghun-yah di atas, judul lengkapnya adalah: "Ghun-yah Ath-Tholibin" sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Azhim Abadi dalam Aunul Ma'bud (3/300), dan Al-Mubarakfury dalam Tuhfah Al-Ahwadzi (7/430)
Imam Muwaffaquddin Ibnu Qudamah berkata, "Kami masuk Baghdad tahun 561 H. Ternyata Syaikh Abdul Qadir termasuk orang yang mencapai puncak kepemimpinan dalam ilmu , harta, fatwa dan amal disana. Penuntut ilmu tidak perlu lagi menuju kepada yang lainnya karena banyaknya ilmu, kesabaran terhadap penuntut ilmu, dan kelapangan dada pada diri beliau. Orangnya berpandangan jauh. Beliau telah mengumpulkan sifat-sifat yang bagus, dan keadaan yang agung. Saya tak melihat ada orang yang seperti beliau setelahnya.” (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab.)
(Kehebatan-kehebartan yang dinisbatkan kepada beliau)
Adapun khurafat yang biasa dinisbahkan kepada beliau sebagaimana yang telah kami sebutkan contohnya di atas, maka Al-Hafizh Ibnu Rajab Rahimahullah berkata: "Akan tetapi Al-Muqri' Abul Hasan Asy-Syanthufi Al-Mishri telah mengumpulkan berita-berita, dan keistimewaan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany sebanyak tiga jilid. Ia telah menulis di dalamnya suatu musibah, dan cukuplah seseorang itu dikatakan berdusta jika ia menceritakan segala yang ia dengar. …. Di dalamnya terdapat keanehan, malapetaka, pengakuan dusta, dan ucapan batil, yang tak bisa lagi dihitung. Semua itu tak bisa dinisbahkan kepada Syaikh Abdul Qadir Al-Jailany rahimahullah. Kemudian saya mendapatkan Al-Kamal Ja'far Al-Adfawy telah menyebutkan bahwa Asy-Syanthufi sendiri tertuduh dusta dalam berita yang ia riwayatkan dalam kitab ini.” (Lihat Dzail Thobaqot Hanabilah (1/293) karya Ibnu Rajab.)
Ibnu Katsir Rahimahullah berkata: " Mereka telah menyebutkan dari beliau (Abdul Qadir Al-Jailany) ucapan-ucapan, perbuatan-perbuatan, pengungkapan urusan gaib, yang kebanyakannya adalah ghuluw (sikap berlebih-lebihan). Beliau orangnya sholeh dan wara'. Beliau telah menulis kitab Al-Ghun-yah, dan Futuh Al-Ghaib. Dalam kedua kitab ini terdapat beberapa perkara yang baik, dan ia juga menyebutkan di dalamnya hadits-hadits dha'if, dan palsu. Secara global, ia termasuk di antara pemimpin para masyayikh (orang-orang yang berilmu)". (Lihat Al-Bidayah wa An-Nihayah (12/252) oleh Ibnu Katsir)
Kesimpulannya:
Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani adalah seorang ulama ahlussunnah wal jamaah, salafi. Mempunyai karya-karya ilmiah di antaranya kitab Al-Ghun-yah dalam masalah tauhid Al-Asma` wa Ash-Shifat, yang di dalamnya beliau menjelaskan tentang akidah ahlussunnah. Sebagian ulama belakangan menyebutkan bahwa memang beliau mempunyai beberapa karamah, hanya saja sebagian orang-orang jahil lagi ghuluw kepada beliau terlalu memperbesar-besar kejadiannya dan banyak menambah kisah-kisah palsu lagi dusta lalu menyandarkannya kepada beliau -rahimahullah-.
Wallahu a’lam bishshawab
http://www.al-karawanjy.blogspot.com/2011/12/siapakah-abdul-qadir-al-jailani.html
Friday 8 June 2012
Pendidikan karakter.
Pendidikan Karakter. dan Pendidikan Karakter. Saat sebuah Negara berdiri
sebagai Negara yang bebas Nilai, maka pemerintah dengan sigap menggembar
gemborkan pentingnya sebuah nilai. Nilai yang dimaksud akhirnya jatuh pada
nilai angka dari sebuah keberhasilan. maka angka sepuluh ataupun seratus
menjadi tolak ukur keberhasilan. setiap anak harus mendapatkan juara dan
kebanggaan nilai terbaik dari semua mata pelajaran. lalu mereka lupa bahwa
sebuah kata yang disebut “nilai” yang jadi fokus pun telah menggelindingkan
karakter bangsa. Entah selentikan jari mana yang kemudian menyadarkan seorang
ayah yang lupa menanamkan sebuah karakter pada anaknya. dan karakter yang
seperti apa yang pernah terlupakan kemudian dengan cara apa hal tersebut dibangun
kembali saat ini?
Sejatinya pendidikan
karakter adalah sebuah watak generasi bangsa yang dibangun dan unggul dari segi
intelektual, spiritual, emosional, dan fisikal yang dilandasi fitrah
kemanusiaan. lalu watak yang seperti apakah itu? jika landasan pondasi watak
yang kuat adalah dimana tiang pengetahuan yang terpancang direkatkan dengan
paku spiritual. apakah kita sudah berhasil menanamkan nilai ini? saat
dimana-mana sebuah masalah diselesaikan dengan otot. saat dimana-mana lapisan
masyarakat menyampaikan aspirasi dengan kekerasan. dan saat dimana-mana
pemimpin bangsa tengah berusaha memaniskan wajah di depan rakyat demi
memalingkan perhatian rakyat saat segala milik mereka tercuri demi kekayaan dan
kesenangan pribadi.
emosi dengan mudah
tertawa terbahak-bahak di atas setiap kejadian dalam Negara, sementara Nafsu
bisa begitu gembira dengan kemenangannya saat beberapa orang menjadi korban. apakah
gembar gembor dan rancangan pendidikan karakter yang tidak kian usai telah
berpengaruh? disaat sebagian orang berkumpul didepan meja untuk merancang
aturan main pendidikan karakter, beberapa gedung telah hancur. beberapa orang
telah berdarah, dan beberapa hati telah kehilangan diluar sana. saling hasut,
merasa paling benar dan egoisme menjadi dalang terkemuka dari setiap adegan.
Sesungguhnya tantangan terberat sebuah Negara dijaman ini adalah bagaimana
sebuah generasi sanggup mengendalikan diri terhadap nafsu emosi dalam keadaan
apapun. bagaiman kita mampu membuat sang emosi menangis karena ditinggalkan generasi.
dan bagaimana mereka mampu melihat nafsu mati seketika saat sebuah generasi
bersikap bijak menghadapi kekerasan diantara sekelumit kehidupan. Peran orang
tua dan lingkungan sangatlah penting dalam membangun pondasi ini. Sebab tidak
akan berhasil sebuah Negara saat seorang anak ditelantarkan sang ibu dari
pendidikan. maka solusi penting yang menjadi awal dari ini adalah upaya
mengolah hati dan emosi dalam jiwa generasi bangsa.
namun, Bagaimana
seorang anak bisa bicara kejujuran saat sang ayah tengah berusaha menipu fakta
demi segepok uang? Bagaimana seorang murid belajar kejujuran saat sang guru
tengah menipu waktu demi mencari “lebih”? dan bagaimana seorang rakyat belajar
arti kejujuran saat sang pemimpin tengah menipu langkah untuk menghalalkan yang
tidak halal? saat seorang ayah belum mampu mengolah hati dan emosi didepan sang
anak, saat seorang guru belum sanggup mengolah hati dan emosi didepan sang
murid, dan saat seorang pemimpin belum bisa mengolah hati dan emosi didepan
rakyat, maka nafsu dan emosi lah yang akan memegang puncak tertinggi dari
sebuah keputusan. Bagaimana mungkin pendidikan karakter dapat berjalan baik,
jika sekelompok orang yang duduk mengelilingi meja rancangan permainan ternyata
duduk disana karena sebuah alasan “lebihan”? lalu belajar darimanakah generasi
muda cara mengolah hati dan emosi, jika ternyata yang harus mereka contoh saja
belum melakukan nya.
sesungguhnya emosi
adalah permainan manusia. ya, permainan manusia. bukan sebaliknya, dimana
manusia adalah permainan emosi. yang berhak berhak dan pantas terjadi adalah , “manusia
memainkan emosi”. dengan ringan tentunya. Arlie Hochsehild, seorang sosiolog di
University of California mengatakan “suatu kerja emosi itu menyiksa atau tidak,
adalah tergantung bagaimana sesorang mengidentifikasi pekerjaannya. yang ia
maksudkan adalah bagaimana seseorang bisa menilai aktifitas pekerjaanya menjadi
sebuah kerja hati yang bermoral. dengan
demikian kerja emosi akan gagal. sebab bila kita berada dibawah emosionalitas,
maka kemampuan berpikirpun merosot tajam. sebaliknya, saat berpikir dengan baik
dan tajam, maka kita tengah berada diluar lingkaran emosionalitas. proses
pembentukan karakter anak tidak semata ditentukan oleh aspek kecerdasan
intelektual saja, tetapi sangat penting didukung oleh kecerdasan emosional dan
spiritual siswa. pengendalian diri, kesabaran dalam menghadapi emosi teman/
lawan, dan keberanian mengatakan “tidak” pada saat yang genting merupakan
proses pendidikan karakter.
bukan dengan menghabis
kan uang dengan berulang tahun di mall, cara terbaik menanamkan pendidikan
karakter kepada anak. namun hati dan emosional generasi lebih terdidik dengan
baik saat harus berbagi dan melihat kekurangan yang dimiliki anak-anak dip anti
asuhan. namun dengan dalih demi kebahagiaan tadilah sang ayah telah melupakan
bagaimana cara mengasah hati dan emosional sang anak. lalu kenapa mengolah hati
itu penting? kenapa hati menjadi dasar dari watak generasi bangsa?
sebuah kalimat bijak
mengatakan “dalam tubuh manusia terdapat segumpal daging. apabila daging itu
baik, maka baiklah seluruh tubuh. tetapi apabila daging itu rusak, maka
rusaklah seluruh tubuh. dan segumpal daging itu adalah hati”. maka jelaslah
makna pentingnya mengolah hati. sebab hati menjadi sumber dari segala sumber
sikap tubuh manusia. sumber dari penentu seluruh tubuh manusia. maka ketika sebuah
hati mampu dikelola, maka seluruh tubuhpun telah terkelola. Dengan pembaikan
hati yang terlatih, maka akan baik pula apa yg tubuh lakukan.
Generasi muda yang
mahir mengelola hati dan emosi adalah generasi muda yang dibutuhkan oleh bangsa
saat ini dan seterusnya. membabat habis individualisme, emosi dan nafsu dari
diri sendiri hingga lapisan atas dari masyarakat akan dapat mereka lakukan. hingga
akhirnya melihat sang emosi dan nafsu menangis merana karena telah ditinggalkan
oleh generasi bangsa yang telah menjadi generasi dengan kecerdasan emosional
spiritual dan intelektual pada tingkat pancasila.
proses ini bukanlah
proses instan. namun proses yang memakan waktu yang sangat panjang. dimana
proses ini harus sesuai prosedur, yang dimulai sejak dini hingga perguruan
tinggi. saat anak hidup dalam lingkungan yang begitu baik mengolah hati, maka
ia akan besar seperti yang telah ia terima saat tumbuh. jika kecerdasan
emosional dan spiritual telah dilatih dan ditatar secara kontinu dan sejak
dini, sudah tentu kualitas sumber daya manusia berkarakter dapat terwujud
secara optimal.
Thursday 7 June 2012
Diadapatasi oleh Muhammad Fajrin Mustafa
Tulisan ini bagus untuk para novelis, cerpenis, kolumnis, dan is is lainnya yang senang curhat dengan menggunakan pulpen dan kertas. ouuuw maaf karena dijaman sekarang sudah canggih akan saya ganti dengan menggunakan note book, net book, laptop, ipad, dan peralatan canggih lainnya, tapi masalahnya bukan dengan apa kita menulis tapi mengapa, bagaimana, dan untuk siapa. rasanya sangat disayangkan jika tulisan kita hanya membebani memory d laptop kita atau hanya menjadi lembaran-lembaran usang yang tak diperhatikan. Sudah saatnya kita usahakan agar setiap tulisan kita dibaca orang banyak apalagi jika kita mendapatkan uang dari setiap tulisan kita. Ooouuuw menyenangkan bukan. untuk bisa seperti itu kita harus menggunakan prinsip PA, jika kita sudah mengaplikasikan prinsip PA ini dijamin kita kan "kaya dengan menulis".
Prinisp PA yang dimaksud adalah P untuk produktif dan A untuk aktif. Yang dimaksud produkti adalah sebuah usaha untuk tetap disiplin dalam menghasilkan karya tulis, jika tidak sanggup menulis sehari untuk satu tulisan, maka ushakan seminggu untuk satu tulisan, jika belum bisa tambah lagi menjadi satu bulan satu tulisan, waaah mungkin jika belumbisa juga tambah menjadi setahun satu tulisan. begitulah seharunya jika kita ingin menjadi penulis produktif. nah setelah kita bisa produktif dalam menulis, maka jangan biarkan tulisan kita hanya menjadi hiasan dikumpulan folder, kita harus berlanjut ke prinsip berikutnya yaitu A untuk aktif. Yang dimkasud aktif adalah upaya dalam mempublikasikan semua tulisan yang kita buat dengan cara mengurum setiap tulisan kita ke media-media cetak dan elektronik, selain kepuasan batin karena tulisan kita diterbitkan kita juga dapat kepuasa finansial dengan honor dari tulisan kita yang diterbitkan. Untuk mempermudah berikut ini beberapa alamt email dari beberapa media yang saya ketahui yang bersumber dari http://www.ranting-basah.blogspot.com , yang tentunya terbatas. Tapi mungkin ada
sedikit guna buat Kawan semua.
Untuk jenis opini, kita bisa mengirimkan tulisan ke beberapa koran, di antarnya
Pikiran Rakyat (email: redaksi@pikiran-rakyat.com), Tribun Jabar
(opini@tribunjabar.co.id), Galamedia (redgala@pro.net.id), Radar Bandung
(radarbandung@yahoo.co.uk), Kompas (opini@kompas.com/opini@kompas.co.id),
Kompas lembar Jabar (kompasjabar@kompas.co.id), Republika
(sekretariat@republika.co.id), Media Indonesia (redaksi@mediaindonesia.co.id),
Seputar Indonesia (redaksi@seputar-indonesia.com), Koran Tempo
(koran@tempo.co.id), Suara Pembaruan (koransp@suarapembaruan.com), Kedaulatan
Rakyat (redaksi@kr.co.id), Lampung Post (redaksilampost@yahoo.com), Padang
Ekspres (redaksi@padangekspres.co.id), Sinar Harapan
(redaksi@sinarharapan.co.id), Radar Cirebon (redaksi@radarcirebon.com/radarcbn@indosat.net.id), Sriwijaya Post (sripo@mdp.net.id/sripo@yahoo.com/sripo@persda.co.id), Suara
Karya (redaksi@suarakarya online.com), Suara Merdeka
(redaksi@suaramerdeka.com), Koran Jakarta (redaksi@koran-jakarta.com).
Untuk resensi buku, kecuali beberapa, semua koran yang disebutkan di atas tadi
juga memuatnya. Untuk Pikiran Rakyat, resensi buku biasa dimuat di Suplemen
Kampus yang terbit Kamis (sekali Kamis tiap dua pekan). Alamat emailnya:
kampus_pr@yahoo.com. Atau kadang resensi buku dimuat juga di hari Senin, di
suplemen Teropong (terbit sekali Senin tiap dua pekan). Emailnya:
teropong@pikiran-rakyat.com.
Untuk subjek email, saya biasa menulis begini. Misal, untuk esai literasi. To:
kampus_pr@yahoo.com. Subject: Esai Literasi: “Wanita dalam Panggung Sastra
Indonesia”.
Kemudian untuk cerpen. Yang saya tahu, media-media massa cetak yang memuat
kiriman cerpen adalah: Pikiran Rakyat (email: khazanah@pikiran-rakyat.com),
Tribun Jabar (cerpen@tribunjabar.co.id), Galamedia (redgala@pro.net.id), Kompas
(opini@kompas.com/opini@kompas.co.id), Republika (sekretariat@republika.co.id),
Seputar Indonesia
(redaksi@seputar-indonesia.com/widabdg@seputar-indonesia.com), Koran Tempo
(ktminggu@tempo.co.id), Suara Pembaruan (koransp@suarapembaruan.com), Jawa Pos
(ariemetro@yahoo.com), Kedaulatan Rakyat (redaksi@kr.co.id), Lampung Post
(redaksilampost@yahoo.com), Padang Ekspres (redaksi@padangekspres.co.id), Sinar
Harapan (redaksi@sinarharapan.co.id), Suara Karya (redaksi@suarakarya-online.com),
Annida (majalah_annida@yahoo.com), Femina (kontak@femina-online.com), Kartini
(redaksi@kartinionline.com), Kawanku
(kawanku-mag@gramedia-majalah.com/fiksi-kawanku@gramedia-majalah.com), Nova
(Nova@gramedia-majalah.com), Sabili, Horison, Ummi (ummi@ummigroup.co.id). Dan
masih banyak lagi, sebenarnya.
Untuk majalah Sabili, kawan-kawan bisa menyerbu Lembar Khazanahnya (elka). Di
sana setidaknya ada rubrik cerpen, puisi, dan esai bedah sastra yang biasa
memuat tulisan kiriman para pembacanya. Alamat emailnya:
elkasabili@yahoo.co.id.
Majalah Horison, yang menyebut dirinya sebagai majalah sastra. Alamat emailnya:
horisonpuisi@centrin.net.id untuk kiriman puisi, horisoncerpen@centrin.net.id
untuk cerpen, horisonesai@centrin.net.id untuk esai, dan kakilangit@centrin.net.id
untuk sisipan Kakilangit. Sisipan Kakilangit ini memuat karya-karya adik-adik
SMA.
Majalah Matabaca. Majalah ini majalah perbukuan dari kelompok Gramedia. Salah
satu pegasuhnya adalah penyair Joko Pinurbo. Isinya saya kira bagus buat kita mengenal
khazanah literasi di negeri ini. kawan-kawan bisa mengirimkan resensi buku atau
esai literasi ke alamat redaksi@matabaca.com.
Majalah Percikan Iman. Kamu bisa mengirimkan opini keislaman atau catatan
perjalanan ke alamat redaksi_mapi@yahoo.co.id. Selain kedua jenis tulisan tadi,
kamu juga bisa mengirimkan puisi.
Majalah Tarbawi. Belakangan, selain rubrik Kiat dan surat Pembaca, tulisan
pembaca juga bisa dimuat di rubrik Responsi. Di rubrik yang baru itu,
teman-teman bisa menulis ulasan, tanggapan, atau kesan atas tema utama yang
pernah diangkat majalah Islam itu. Tentu, bentuknya berupa esai populer
keislaman. Alamat email redaksinya: tarbawi@yahoo.com.
Media Indonesia. Koran ini memuat opini tiap Senin sampai Jumat. Untuk Sabtu,
koran ini kini memuat esai tentang local wisdom. Juga, Media Indonesia Sabtu
memuat resensi buku. Email (selian email redaksi yang sudah disebutkan di
atas): miweekend@mediaindonesia.com.
Dan tentang teknis mengirim tulisan via email, banyak juga kawan-kawan yang
bertanya. Kalau saya, saya biasa menggunakan fasilitas attachment (lampiran) di
email untuk tulisan yang akan dikirimkan. Sementara di kotak emailnya, saya
menulis semacam pengantar singkat untuk redaksi. Tidak panjang-panjang, hanya
beberapa kalimat saja.
Ada contoh bagus dari Kuntowijoyo, yang dicuplik pengasuh Horison pada kaver
majalah itu Mei 2005.
Assalamu’alaikum w.w.
Redaksi Horison Yth.
Bersama ini saya kirimkan naskah “Maklumat Sastra Profetik”, meskipun terlalu
panjang untuk format majalah. Karena itu, mohon jangan merasa di-faith accompli
dan dipaksakan pemuatannya. Anggap saja kiriman ini sekedar sebagai
pemberitahuan bahwa saya sudah menuliskannya. Semua itu saya kerjakan, karena
saya terlanjur dikabarkan---terutama lewat Horison---sebagai penganjur Sastra
Profetik. Dan saya merasa “berdosa” kalau tidak saya kirim ke Horison terlebih
dahulu. Sekali lagi, jangan segan-segan untuk tidak memuat. Mohon berita lewat
telepon 0274-881-xxx, terutama selepas pukul 8:00 malam.
Wassalamu’alaikum w.w.
Yogyakarta, 1 Februari 2005
Kuntowijoyo
Begitu, kawan-kawan. Saya kira itu contoh yang (terlalu) bagus buat pengantar
karya. Buat orang (yang sudah se-“terkenal”) seperti beliau, memang wajar
“memohon” untuk tidak dimuat.
Sebelum lupa, pernah juga ada kawan yang bertanya, di mana menempatkan biodata
penulis. Jawab: kalau saya, saya menempatkannya singkat saja disatufilekan
dengan tulisan kiriman. Setelah cerpen, misalnya (kalau tulisan itu cerpen),
saya menyertakan biodata singkat itu. Isinya paragraf pendek yang memuat
beberapa informasi diri: nama jelas (dan nama pena, kalau memakai nama samaran
itu), tanggal lahir, alamat, tempat bergiat, dan seulas riwayat pendidikan
serta jejak kepenulisan. Ya, seperti kalau kawan-kawan membaca biodata penulis
di akhir sebuah buku. Dan, nomor rekening bank, guna memudahkan pengiriman
honorarium tulisan bila karya kita dimuat.
Lagi, sebelum lupa, di Republika Ahmadun Yosi Herfanda (redaktur sastra koran
itu) pernah menulis begini: Berhubung ada perubahan disain dan
ukuran huruf untuk rubrik Sastra, maka para penyumbang naskah harap
memperhatikan hal-hal sbb. Panjang naskah cerpen dan esei antara 7-8000
karakter (with space), diketik dengan program MSWord, dan tiap judul naskah
dalam satu file. Untuk kolom Oase diutamakan sajak-sajak pendek, panjang tiap
sajak tidak lebih dari satu layar MSWord (2-5 bait pendek). Dalam sekali kirim
minimal enam judul sajak, dan dikemas dalam satu file, disertai biografi
singkat dan foto diri close up bergaya santai. Semua naskah harus dikirim
melalui email dengan sistem attachments ke sekretariat@republika.co.id CC ke
ahmadun21@yahoo.com, tujukan ke Redaktur Sastra, dan lampiri nomor rekening
bank untuk pengiriman honor. Naskah-naskah yang tidak memenuhi prosedur di atas
tidak akan diperhatikan. Terima kasih.
Nah, agar tulisan ini lebih bermanfaat maka kita harus segera mengirim tulisan kita ke semua media. jangan gunakan kata tunggu, tar, dan nanti untuk memulai sesuatu yang baik.
Subscribe to:
Posts (Atom)